Kamis, 29 Oktober 2015

PKKI VII, VIII, IX Katekese Umat - KBG



Perkembangan Katekese Umat Dalam PKKI VII, VII, dan IX


Disusun Oleh:
1.    Yulius Dwi Atmoko
2.    Yonas Andreas S.M
3.    Silvester Adv. Yhoga R
4.    Petrus Satria Prayuda



SEKOLAH TINGGI PASTORAL – INSTITUT PASTORAL INDONESIA MALANG
2015-206


BAB I

LATAR BELAKANG

            Perkembangan Gereja tentunya sangat di pengaruhi oleh bagaimana perkembangan katekese dalam Gereja tersebut.  Salah satunya di Indonesia, katekese mempunyai peran besar terhadap perkembangan Gereja Indonesia.  Hal ini di sebabkan karena dengan katekese seseorang dapat memperoleh kedewasaan dan pengetahuan iman.
            Dalam proses perkembangannya katekese mempunyai beberapa jenis atau cabang, yang diantaranya adalah katekese umat.  Katekese umat adalah “komunikasi iman atau tukar pengalaman (penghayatan iman) antar anggota Jemaah atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun  pengetahuan tidak dilupakan. Katekese umat mengandaikan adanya perencanaan.” ( bk. PKKI IX Katekese dalam masyarakat yang tertekan hal. 208| pengertian katekese umat menurut PKKI II).  Dari pengertian ini katekese umat sebenarnya ingin membina iman para anggota Gereja, dan hal ini dapat di lakukan oleh berbagai kalangan dan salah satunya adalah komunitas basis gereja.  Seiring berjalannya waktu katekese umat mengalami berbagai persoalan sehingga Gereja berusaha memecahkan persoalan-persoalan itu dengan mengadakan Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia atau sering di sebut PKKI (hal.3 bk. Katekese dalam masyarakat yang tertekan). Selama ini PKKI sudah mengadakan pertemuan sebanyak sepuluh kali ( PKKI I- X ) dengan tema yang berbeda dalam setiap pertemuannya.
            Beberapa contoh pokok bahasan yang di muat dalam PKKI adalah “Katekese umat dan kelompok basis gerejani” pada PKKI VII, ““Membangun Komunitas Basis Grejawi berdaya transformatif lewat katekese umat” pada PKKI VIII, dan “ Katekese dalam masyarakat yang tertekan” pada PKKI IX. 
            PKKI VII dengan tema katekese umat dan komunitas basis gerejani ini muncul karena adanya pandangan bahwa KBG (komunitas basis gerejani) sering di anggap sebatas wilayah administrative paroki. Halangan dan kendala lainya adalah kelompok-kelompok KBG sering menjalankan pola budaya politik atau adat yang otoriter dan patrinalistik (bk. Katekese umat hal. 46 – Rm. Yosef Lalu, Pr.).  sedangkan PKKI VIII yang masih terkait dengan KBG muncul karena adanya persoalan tentang ruang lingkup KBG yang hanya memberikan tekanan pada kultis-liturgis dan membatasi diri terhadap persoalan-persoalan Negara, hal ini menimbulkan persepsi bahwa Katekese Umat kita belum dapat membangun KBG yang berdimensi kemasyarakatan yang mengubah masyarakat kearah yang lebih baik, dan ada kemungkinan bahwa tema-tema KU kita masih bersifat eksklusif gerejani dan bersifat informatif belaka. (bk. Katekese umat hal. 51-52.-Rm. Yosef Lalu.Pr). berbeda dengan halnya dengan PKKI IX yang bertemakan “ Katekese dalam masyarakat yang tertekan “. PKKI IX ini muncul karna, adanya beberapa masalah seperti; masalah kemanusiaan, hukum, dan politik yang perlu diperhatikan dalam karya katekese Gereja Indonesia saat ini. (bk. Katekese dalam masyarakat yang tertekan, cover belakan – Komkat KWI).Ketiga hal ini menjadi sangat penting bagi Gereja untuk menghadapi permasalahan-permasalahan pada jaman ini yang bersangkutan dengan PKKI VII,VIII, dan IX. Oleh sebab itu, penulis ingin menuangkan karyanya dengan judul “ Perkembangan Katekese Umat Dalam PKKI VII, VII, dan IX “. Penulis berharap  dengan  ini para pembaca dapat lebih mengerti dan memahami pokok-pokok bahasan yang dibahas dalam PKKI VII, VIII dan IX, dan berkaitan dengan KBG dan Katekese Dalam Masyarakat Yang Tertekan.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja pokok bahasan yang dibahas dalam PKKI VII, yang berkaitan dengan Katekese Umat?
2.      Apa saja pokok bahasan yang dibahas dalam PKKI VIII?
3.      Apa saja pokok bahasan yang dibahas dalam PKKI XI?

1.3     TUJUAN MASALAH
1.      Untuk mengetahui pokok-pokok bahasan yang dibahas dalam PKKI VII.
2.      Untuk mengetahui pokok-pokok bahasan yang dibahas dalam PKKI VIII.
3.      Untuk mengetahui pokok-pokok bahasan yang dibahas dalam PKKI IX.













BAB II
PEMBAHASAN

PKKI VII

2.1.      Untuk mengetahui pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam PKKI VII.
            2.1.1    Latar Belakang Munculnya PKKI VII
            Perkembangan Gereja sangat di pengaruhi oleh katekese, katekese yang mempunyai peran besar terhadap Gereja salah satunya adalah katekese umat. Walaupun berperan besar, katekese umat juga terkadang mempunyai berbagai persoalan, yang akhirnya diangkat menjadi topik PKKI.  PKKI VII yang dilaksanakan di Sawiran-Jawa Timur pada tanggal 24 s.d. 30 Juni 2000 membahas tentang “KBG”.  Mengapa demikian? Ada beberapa persoalan sehingga PKKI membahas tentang KBG yang berkaitan dengan Katekese Umat.
            Katekese Umat (KU) sudah hampir di laksanakan oleh setiap keuskupan, namun polanya masih beragam, bahkan masih ada yang menggunakan pola seperti pelajaran agama, pendalaman Kitab Suci namun tetap saja masih disebut dengan KU.  Nanmun tidak semua keuskupan yang menggunakan pola ini, sudah ada beberapa keuskupan yang sudah membudayakan dan menggunakan analisa sosial dengan baik.  Beberapa tempat melaksanakan KU menggunakan moment masa, seperti; masa adven, APP, bulan Maria dan Bulan Rosario, dan ada juga yang menetapkan jadwal sebagai KU mingguan atau bulanan. 
            PKKI VII ingin membicarakan KU dalam gereja lokal yang paling kecil, yaitu KBG.  Dari berbagai sumber yang ada, dapat di simpulkan bahwa ada kecenderungan kepada setiap kelompok, baik kelompok teritorial maupun kategorial yang ingin disebut sebagai komunitas yang berbasis Gerejawi.  Peran Komunitas Basis, khususnya yang teritorial mempunyai perbedaan dari tempat ke tempat.  Seandainya mayoritas dalam sebuah masyarakat adalah umat Kristiani, maka komunitas basis hampir sama dan sangat berpengaruh dengan RT/RW dan pemerintah daerah lainnya, dan hal ini membuat wadah komunitas basis menjadi cukup kuat sebagai basis masyatakat. Namun akan berbeda halnya jika umat Kristen menjadi umat yang minuritas dalam sebuah masyarakat.  Pembentukannya tidak akan terdiri dari tetangga-tetangga dekat, melainkan terdiri dari orang-perorang atau keluarga-keluarga yang terpencar.  Maka seringkali muncul dengan dasar sukuisme sebagai transmigran. Hal ini dapat di pahami karena pertumbuhan KU dalam setiap keuskupan mempunyai sejarah yang berbeda. Ada yang tumbuh dari kring atau wilayah, ada juga yang tumbuh dari unit masyarakat dsb.
            Halangan utama dalam KBG model ini adalh KBG tersebut dianggap sebatas wilayah administratif paroki. Kendala lainnyaadalah; sering menjalankan budaya politik atau adat yang otoriter dan patrinalistik.
           
            2.1.3    Sekilas tentang KBG
a)      Pengertian Dan Ciri-Ciri KBG
Menurut (bk. KOMUNITAS BASIS Gerak Menggereja Konstektual. Hal. 52. A. Margana - Kanisius) KBG adalah Persekutuan Umat yang berkumpul secara tetap dan teratur, untuk membahas dan menseringkan sabda Allah (Kita Suci), dengan maksud untuk bisa memahami kehidupan mereka sendiri-sendiri dan sesama di sekitarnya.
b)        Ciri-ciri KBG
1.      Ciri-ciri KBG menurut (bk. Pengembangan Komunitas Basis. Hal. 44-46. Yanuanus Seran, Pr. M. Hum – Pustaka Nusatama )
·         KBG adalah Komunitas
KBG berusaha menentukan suatu pola hidup Kristen yang sangat bertentangan dengan pendekatannya individualis, egois, dan kompetitif dalam hidup harian yang melekat pada budaya kontemporer – Modern Barat.
·         KBG adalah Eklesial
Para katalisator KBG di Brazil telah menjalankan persatuan dari dan dalam iman dengan Gereja Institusional
·         KBG adalah Basis
Yang dominan dalam komunitas ini adalah orang awam yang aktif.
·         KBG adalah Komunitas Yang Hidup Dari Sabda
Munurut Azevedo KBG ingin memperlihatkan bahwa sabda Allah menjadi titik acuan langsung dan inspirasi seluruh kegiatan harian.
·         KBG adalah Komunitas yang Hidup dari Ekaristi
Sebagai Sel pokok Gereja, ia harus memiliki Ekaristi karena Gereja terpusat disekitar Ekaristi. KV II menegaskan tidak ada Komunitas kristen yang dibangun jika tiidak punya dasar dan pusatnya dalam perayan dalam Ekaristi Kudus.
2.      Ciri-ciri KBG menurut (bk. Katekese Umat. Hal. 33-34 Rm. Yosep Lalu, Pr - KWI)
·         KBG adalah Komunitas yang Relatif Kecil, dimana dimungkinkan Relasi dan komunikasi yang Instensif.
·         KBG komunitas yang mendasari hidupnya pada firman Allah (Kitab Suci). Dalam menggumili kubutuhan dalam persoalan hidup nyatanya sehari-hari. Komunitas ini selalu menimba inspirasi dan kekuatannya dari Kitab Suci.
·         KBG selalu beroriantasi pada kelompok kecil. Komunitas basis ini terdiri dari orang-orang kecil dari mereka yang memiliki keprihatinan dan keberpihakan pada orang kecil.
·         Komunitas Basis ini adalah komunitas yang terbuka, komunitas yang menerima siapa saja
·         Komunitas Basis ini adalah komunitas yang menghayati alternatif. Ia diharapkan menghayati budaya tandingan, tidak terbawa arus. 
·         KBG diharapkan menjadi basis pemberdayaan umat awam.



2.1.4        Hasil PKKI VII
A.    Pelaksanaan KU – KBG diberbagai regio
a.           Regio Sumatra
(meliputi Keuskupan agumg Medan, keuskupan Sibolga, Keuskupan, Pangkalpinang, Keuskupan Padang, Keuskupan Palembang dan keuskupan Tanjung Karang)
·         Istilah KU tidak dikenal, lebih dikenal Pendalaman Iman
·         Pola KU tidak diterapkan sebagaimana idealnya melainkan modifikasi.
·         Pertemuan umat di Kring/kelompok/ kelompok tani-UB, dll; dengan unsur-unsur. Umat semakin dominan walau suasana doa masih kuat (sesuai kebutuhan umat)
·         Keterlibatan umat dalam pertemuan ada, walau untuk Sharing atau tanya jawab masih terbatas. Keberanian umat untuk sharing justru terjadi setelah doa.
·         Sebagaian umat merasa keberatan jika pertemuan memakan waktu yang lama (walau ada yang justru dihentikan)
·         Proses KU dikomisi : menyusun bahan, pelatihan-pelatihan
·         Komunitas Basis Gerejani, dapat dirasakan dalam pertemuan kelompok/kring, baru dalam tahap penyadaran dan mulai masuk tahap aksi.
·         Proses KU dilaksanakan dalam rangka atau kaitan untuk membangun jemaat basis.
·         Komunitas Basis Gerejani sudah mulai menjadi gerakan pastoral dengan berbagai Istilah : KDK, Jemat Basis, Kelompok, Kelompok  Hidup
b.      Regio Nusa tenggara
Mencangkup (KA. Kupang, K. Atamhua, K. Larantuka, KA. Ende, K. Ruteng, K. Weetabula, K. Denpasar)

1.      Model KBG
·         Toriterial : Komunitas Basis Yang terdiri dari (20-30 KK)
·         Alternatif :
-          LSM
-          Kolping
-          UBSP dan KSP
2.      Struktur toritorial
Meliputi ; Keuskupan, Dekenat, Paroki, lingkungan wilayah stasi, dan Komunitas Basis (TKP)
3.      Kelompok Sasaran : KU dan KUB
Latihan Persiapan Fasilitator tingkat Keuskupan, dekenat, mahasiswa/i, STKIP, dan STFT
4.      Bahan KU : disesuaiikan dengan kebutuhan tiap keuskupan
5.      Waktu : Adven, APP, BKSN
6.      Metode : Analisa sosial, sotarae, Sharing
7.      Avaluasi: dilaksanakan  sesudah masa Adven, Prapaskah, BKSN
Sasaran evaluasi : fasilitator, peserta KU, bahan, waktu, metode.
Hasil evaliasi
-          Positif
ü  Umat sudah berani berbicara
ü  Ada aksi nyata seperti : rehabilitas rumahorang buta/susah, dan menggali sumur umat.
-          Negatif
ü  Sebagian besar fasilitator kurang trampil memproses KU karena latar belakang pendidikan.
ü  Kehadiran umat kebanyakan perempuan
ü  Bahan dari keuskupan kurang menjawab persoalan umat di semua komunitas umat basis.
-          Rencana : pemberdayaan fasilitator
c.       Regio Kalimantan
Meliputi ( KA. Pontianak, K. Ketapang, K. Sintang, K. Banjarmasin, K. Samarinda, dan K. Palangkaraya)
1.      Katekese Umat
-          Gambaran umum: katekese pada umat pada umumnya dilaksanakan di tiap-tiap keuskupan yang dikoordinir oleh komkat
-          Dilaksanakan dalam berbagai bentuk, seperti; masa APP dan BKSN dan kesempatan-kesempatan khusus
-          Kesulitan/hambatan:
Regio ini kekurangan fasilitator yang trampil, KU juga belum menjadi program keuskupan dan juga belum menjadi kebutuhan umat, selain itu pastor paroki juga kurang mendukung karena sebagian besar pastor paroki belum memahami apa itu KU.
2.      KBG
Empat keuskupan baru melaksanakan sebatas SOD ( seminar orientasi dasar ).  Satu keuskupan sudah mencapai pelaksanaan di tingkat paroki dengan membentuk komunitas-komunitas percontohan. Kesulitan dan kelemahannya adalah; KBG dianggap sebagai kegiatan tandingan bagi para pastor, dan banyak pastor paroki belum memahami KBG.

d.      Regio Jakarta
1.      Keuskupan Bandung
Pembangunan komunitas kecil mendapat respon yang baik karena memungkinkan komunikasi. Aktualisasi; pada tiap lingkungan jumlahnya kurang lebih 30 KK.  KU dijalankan misalnya dengan ansos ( APP ).  Tidak semua paroki menjalankan dengan murni, karena tercampur dengan ibadat.  Setiap pelaksanaan mempunyai buku panduan untuk memudahkan KU. Pendampingan fasilitator untuk KBG berbentuk SOD dan kursus pembangunan jemaat.  Hal tersebut menimbulkan berbagai reaksi, baik positif maupun negatif.
2.      Keuskupan Bogor
KU belum terlalu hidup, namun terjadi momen-momen tertentu, misalnya : APP, Adven, dan Bulan Maria. Komunitas Basis Gerejani sedang diupayakan oleh PSE dan Komkat, yaitu pelatihan untuk paroki-paroki dan kelompok buruh.
3.      Keuskupan Agung Jakarta
-          Pelaksanaan Ketekese Umat dilakukan secara toritorial maupun ketegorial, pada momen-momen khusus liturgi Gereja, misalnya : APP, Adven, BKSN.
-          Kendalanya adalah : kurangnya kesepahaman dan kerja sama antar komisi tentang KU sehingga KU kurang tersosialisasi dan berkembang.
-          Sosialisasi dan pengembangan KU dilaksanakan oleh Komkat bekerja sama dengan P3J Unika Atmajaya dengan memberi penataran dan pendampingan de dekenat, paroki, dan kelompok ketegorial tertentu.
-          Komunitas Basis sangat bnyak, baik karena persamaan profesi, status sosial, kepentingan, cita-cita dll.
-          KU dalam komunitas basis paling kelihatan adalah segi komunikasi dan partisipasi aktif tiap anggota.
-          Komunitas Basis Gerejani untuk kaum buruh sudah berkembang baik, berkat KU.
4.      KESIMPULAN UMUM
-          KU dan komunitas basis gerejani pada regio Jakarta ada potensi untuk berkembang
-          Namun hingga saat ini belum sempurna karena kurangnya  sosialisasi dan koordinasi antar komisi di keuskupan.
-          KBG tampak dalam komunitas dalam persaudaraan pada kolompok-kelompok kecil yang marak perkembangannya.
-          Banyak pemuka agama dan umat yang belum siap dengan KU.
e.       Regio Semarang
1.       Katekese Umat
Pada umumnya berjalan dalam pendalaman imam APP, Adven dan juga pada BKSN. Diluar masa APP dan Adven dilaksanaka KU pada bulan Mei dan Oktober atau pada masa novena Roh Kudus. Dalam melaksanakan KU biasanya didahului sembay7ang atau ibadat.
2.      Bahan katekese umat
Bahan yang secara umum dipakai adalah bahan-bahan dari bahan APP dan adven, bahan yang di susun disesuaikan dengan standar PKKI II tidak banyak
3.      Penyusunan bahan APP
Tema diambil dari KWI, disesuaikan dengan keadaan setempat. PSE adalah koordinatornya, sehingga bahan tidak cukup mendukung KU yang di cita-citakan PKKI II.
4.      Penyusunan bahan adven
Dilakukan oleh komkat, namun ada juga yang bekerja sama dengan sejumlah komisi.  Bahan cukup sesuai KU tetapi belum bisa sesuai standar PKKI II karena di drop dari atas
5.      Komunitas basis gerejani
KBG hanya jalan di daerah kabupaten Purwokerto selatan, diawali dengan SOD bagi para pastor paroki.  Di malang bergerak melalui PSE dan juga ada dari kelompok evangelisasi.  Di KAS khususnya mulai berkembang di Surakarta pasca kerusuhan-kerusuhan.  Di Surabaya ada sejumlah kelompok kecil tapi tidak begitu jelas apakah itu KBG atau bukan. 
f.       Regio Papua – MAM
1.      Katekese umat
Diperkenalkan KU pada para petugas dan selanjutnya kepada umat.
-          Proses KU meliputi : persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dukungan, dan hambatan
-          Keterangan;
Fasilitator diambil dari aktivis umat, tokih adat, petugas pastoral, katekis, dan guru agama.  Ada dua jenis bahan, yaitu bahan yang terikat dan bahan yang bebas, temanyapun juga demikian. Pelaksanaan dilakukan dalam kelompok seperti; kring, rukun, lingkungan, stasi, dan umat kategorial. Pelaksanaannya biasanya dilakukan pada masa BKSN, adven, APP dan rekoleksi masal. Jenis yang digunakan adalah jenis katekese biasa dan katekese kontekstual.
2.      Komunitas basis gereja
Kelompok yang ada; kring rukun, lingkungan, dan stasi.  Sedangkan pada kelompok kategorial; WK, dan OMK
g.      Diskusi atas laporan regio tentang katekese umat dan kelompok basis gerejani
1.      Mengapa kehadiran ibu-ibu dianggap sebagai kelompok yang negatif atau diperhitungkan sebagai kelemahan? (by; regio Nusra)
2.      Apa maksudnya bahwa kebutuhan-kebutuhan bahan disusun menurut kebutuhan keuskupan? ( by; regio Nusra )
3.      Apa yang di maksud bahwa KBG barumuncul pasca kerusuhan di Surakarta? (by; reg. Semarang)
4.      Apa yang dimaksud banyak pemuka umat tidak siap? ( by; reg. Jakarta)
5.      Dalam laporan regio Jakarta disebutkan adanya evaluasi tentang KU, apakah dalam hal ini, peserta dilibatkan dalam evaluasi katekese tersebut?
6.      Membaca laporan kelompok Nusra di khawatirkan keadaan yang sesungguhnya jauh lebih kaya, beragam, lebih hidup daripada apa yang tampak dalam laporan. Apakah kelompok mempunyai informasi keberadaan kelompok-kelompok basis yang  terkonsentrasi atau tersebar di keuskupan, apakah jumlahnya diketahui?
7.      Pelaksanaan Ku, juga terjadi diluar masa APP khususnya bulan Oktober dan Mei, apakah ada alasan tertentu dilaksanakan dalam bulan ini? ( pertanyaan untuk Nusra )
8.      KU berjalan dalam pendalaman iman, APP, adven, sharing pengalaman KU yang bagaimana yang berjalan dalam pendalaman iman? (pertanyaan untuk Nusra)
9.      Dalam pelaksanaan KU tidak tepaku pada ansos atau SOTARAE tetapi lebih mau mengajak orang untuk sampai pada situasi konkrit, yaitu aksi.  ( untuk Nusra )
10.  Dikatakan bahwa dalam keuskupan masih kurang adanya kesepakatan tentang KU. Apakah ada usaha untuk mengumatkan KU? ( untuk regio Kalimantan )
11.  Dalam laporan regio Kalimantan dikatakan bahwa para pastor tidak mendukung adanya KU. Bagaimana hubungan kerja antara pastor dan katekis hingga terjadi hal yang demikian? ( untuk Reg. Kalimantan )
12.  KU kurang dikenal.  Apa maksudnya? (untuk Reg. Sumatra)
13.  KU tidak dilaksanakan secara murni, tetapi KU dilaksanakan dengan modifikasi. Lalu bagaimana modifikasi itu dilaksanakan? (untuk Reg. Sumatra)
14.  Apakah yang dimaksud dengan komunitas percontohan? (untuk Reg. Kalimantan)
15.  Mengapa umat belum membutuhkan atau belum tertarik dengan KU? ( untuk Reg. Kalimantan )
16.  Apa yang dimaksud dengan KBG sebagai kegiatan tandingan?  (untuk Reg. Nusra)
B.     Ceramah Dan Diskusi Dalam PKKI
1.      Ceramah dari P. DR. John Prior, SVD
Ceramah Dari P. DR. John Prior, SVD diberi judul Tegar Mekar Komunitas Basis Gerejani Memberdayakan KBG sebagai budaya tandingan. Hal pertama yang dibicarakan adalah rakyat menuntut pembaharuan tuntas baik dalam negara maupun dalam Gereja yang didalamnya ditekankan dua poin, yaitu ; demokrasi Negara dan Demokrasi Gereja. Hal yang kedua beliau membicarakan tentang kilas balik : petikan pengalaman kelompok basis di Nusa Tenggara. Beliau juga membahas ciri-ciri KBG yang didalamnya mengandung arti KBG, KBG adalah kelompok basis Gereja setempat, KBG adalah kelompok basis masyarakat setempat, KBG adalah basis kerasulan, KBG adalah Basis pemberdayaan umat awam, dan KBG adalah basis reksa pastoral transformatif  yang mempunyai prioritas yaitu ; mengutamakan penumbuhan KBG, mengutamakan pelatihan ketrampilan/kepemimpinan, dan menenggapi kondisi masyarakat yang sedanh bergejolak. Selai itu beliau juga membahas tentang KBG sebagai budaya tandingan. Setelah ceramah dari P. DR. John Prior, SVD dilaksanakan diskusi dengan berbagai pertanyaan :
-            Apakah kondisi/prasyarat yang harus ada sehingga bisa mempercepat bertumbuh kembangnya KBG yang efektif ?
-            Semakin kategorial suatu kelompok semakin sulit menjadi komunitas basis. Namun jika kelompok-kelompok kategorial tersebut pada suatu saat memiliki ciri komunitas basis. apakah kelompok tersebut dapat disebut komunitas basis? Apakah harus tetap memakai nama KBG/KBI?
-            Basis : Kristus sebagai Basis, umat/subjek sebagai basis, teritorial sebagai basis, atau kategori itu sebagai basis?
-            Pelatihan macam apa yang dapat menjadi sarana efektif untuk merealisir KBG? Bagaimana dengan KU?
-            Setelah gema kemerdekaan untuk Papua, muncul kelompok-kelompok doa atas inisiatif umat sendiri dengan moto “perdamaian” dengan anggota 10-15 KK. Seminggu sekali mereka berdoa atau mengadakan pendalaman iman yang mengangkat masalah-masalah aktual yang mereka hadapi dengan dilihat dalam terang sabda Tuhan. Dapat kelompok ini disebut KBG?
-            Di Jakarta yang banyak muncul justru kelompok-kelompok kategorial. Jika demikian kenyataannya dapatkah KBG hidup dijakarta?
-            Apa pengertian basis?
-            Apa saja ciri-ciri Gereja yang harus ada dalam KBG?
-            Bagaimana dengann jemaat yang hetrogen, yang hidup ditengah umat yang beragama lain dengan jarak tempat tinggal yang berjauhan, mana yang dapat dipakai; KBG teritorial atau kategorial?
-            Apakah Gereja tidak meresa bertanggu jawab atas kesalahan presiden Soeharto yang mengkibatkan kesalahan dalam sistem kehidupan Gereja?
-            Bagaimana Gereja sebagai Tubuh Kristus, apakah ada perbedaan tugas didalamnya?
-            Di keuskupan Banjarmasin KBG dikembangkan secara bertahap dan dirintis oleh misionaris dari Filipina. Persoalannya, apakah awal pembentukan KBG harus dimulai denga satu atau dua kelompok atau boleh serentak di semua kelompok?
-            Apakah ada gejala-gejala umum dalam membangun KBG sebagaimana yang disuarakan oleh Rm. Mangun Wijaya bahwa gereja berdiri diatas sinyal-sinyal KBG?
-            Keprihatinan apa yang menyebabkan DPP jauh dari kehidupan KBG?
2.      Ceramah dari Dra. Afra Siouwarjaya
Ceramah dari Dra. Afra Siouwarjaya berjudul Katekese Umat salah satu sarana membangun KBG. Dalam ceramahnya dibahas tentang visi dan misi komunitas basis, komunitas basis mengambil bagian dalam visi dan misi Yesus, sumbangan katekese umat dalam membangun basis. Setelah ceramah dilanjutkan dengan refleksi tentang pemahaman katekese umat PKKI II
Di lanjutka dengan refleksi atas pemahaman katekese umat PKKI II dan Pemandu Katekese umat yang transformatif (dilampirkan)
Setelah ceramah dari Dra. Afra Siouwarjaya, di lanjutkan dengan diskusi dengan beberapa pertanyaan.
-          Apakah kelompok basis tidak efektif kalau KU itu dikembangkan dalam kelompok kategorial?
-          Apakah benar KU terbatas pada merefleksikan konfrontasi antara pengalaman hidup dan pesan injili. Dengan waktu yang sangat terbatas. Bagaimana dengan hasilnya? Apakah boleh dilaksanakan sebagai rangkaian kegiatan katekese ataukah melupakan kegiatan seksi lain?
-          KU bisa berguna menanamkan visi Yesus menjadi visi kelompok basis. Apakah praktek KU tidak terjebak dan jatuh pada praktek katekese alkitabiah, sehingga mengakibatkan kehilangan segi kontekstualisasinya?
-          Apakah boleh dikatakan kelompok basis menjadi lahan KU?
-          KBG mengandaikan anggota yang menetap, bagaimana dengan anggota yang sering bergantian?

C.     Pergumulan Peserta dan Program Kerja
1.      (pergumulan peserta lih. Lampiran)
2.      Program Kerja

a.       Program kerja (KU-KBG) Regio Kalimantan
No.
Jenis Kegiatan
Tempat
waktu
Penanggung Jawab
1.
Seminar Orientasi dasar KBG
Keuskupan Palangkaraya
Desember 2000
Komkat K. Palangkaraya
2.
Lokakarya peran KU dalam KB
Keuskupan Ketapang
Oktober 2000
Komkat K. Ketapang

b.      Program kerja (KU-KBG) Regio Sumatra
-            Melanjutkan program yang lalu, yakni : pengembangan KU-KBG di teritorial dan kategorial di keuskupan masing-masing (tidak menciptakan kegiatan/ kelompok baru, melainkan meningkatkan mutu yang sudah ada).
-            Pertemuan regio untuk menyusun kurikulm/silabus yang tersusun dijabarkan oleh setiap keuskupan.
-            Tukar tenaga pembina pemandu KU-KBG antar keuskupan.
c.       Program kerja (KU-KBG) Regio Nusra
-          Pemberdayaan fasilitator : dengan melakaukan pelatihan pemandu KU.
-          Bahan kursus dasar fasilitator KU :
ü  Spiritualitas atau panggilan penggerak KU
ü  Wawasan tentang:
·         Kitab Suci
·         Gereja
·         Katekese
ü  Ketrampilan-ketrampilan sebagai penggerak KU :
·         Ketrampilan menggumuli kenyataan hidup
·         Ketrampilan menggumuli Kitab Suci
·         Ketrampilan mendengar
·         Ketrampilan berkomunikasi
·         Ketrampilan menggiatkan peserta utnuk berani bebicara
-          Latihan menyusun dan membawakan bahan KU
-          Evaluasi
-          Mempersiapkan bahan KU dengan tema pokok: “Katekese AIDS dan Narkoba dalam konteks Iman Kristiani”

d.      Program kerja (KU-KBG) Regio Jakarta
1.      Pertemuan Regio untuk :
-          Memahami bersama tentang arti dan visi KBG
-          Mencari fasilitator KBG
Waktu: 25-27 Agustus  2000
Penanggung jawab : Komkat  Bogor
Tempat : Bogor
Pembicara: ibu Afra S.
2.      Kelompok model yang akan diapakai :
-          Jakarta : Kelompok aktivis Paroki
-          Bandung : Kelompok Buruh
-          Bogor : Kelompok Pabrik

e.       Program kerja (KU-KBG) Regio Papua-MAU
1.      Memprioritaskan kembali KU di dalam Karya Pastoral secara khusus dalam pengembangan KBG yang ada.
2.      Sasaran: KU merupakan bagian Integral dalam kehidupan KBG, selain ibadat, doa dan Pendalaman Iman.

Konsekuensi :
1.      Mengkomunikasikan dengan Pimpinan Keuskupan
2.      Mensosialisasikan kepada para petugas pastoral, guru agama dan umat.
3.      Memantapkan fasilitator yang sudah ada dan memunculkan yang baru.


f.       Program kerja (KU-KBG) Regio Kalimantan
1.      Pelatihan atau pembekalan pemandu KU.
2.      Studi inkulturasi
3.      Mengalami sendri ditempat/komunitas yang sudah terbentuk KBG. Selanjutnya mengadakan pilot proyek di daerahnya sendiri.
4.      Studi peneliti/ inventarisasi kelompok.
Catatan: program bersifat inspiratif dan motivatif.

D.    Pleno Hasil Diskusi Program Kerja (KU-KBG) Per Regio
1.      Untuk Regio Kalimantan
Untuk program kedua : lokakarya apakah melibakan satu atau dua KBG yang sudah ada?
2.      Untuk Regio Nusra dan Kalimantan :
Program-programm tersebuut dilaksanakan dimana, per regio atau tiap keuskupan?
3.      Untuk regio Sumatra :
-          Berkaitan dengan program kedua, bagaimana materi pokoknya?
-          Mohon dijelaskan tentanh program tukar tenaga pembina pemandu KU-KBG antar keuskupan!
4.      Untuk Regio Nusra :
Tentang Katekese AIDS dan Narkoba, apa latar belakang dan siapa sasarannya?
5.      Untuk Regio Sumatra :
Pertemuan regio untuk menyusun kurikulum/silabus, apakah bahan yang disusun itu bahan jadi, padahal KU-KBG berangkat dari masalah-maslah riil umat?
6.      Untuk regio Papua-MAM:
Bagaimana cara untuk mensosialisasikan kepada petugas pastoral, guru, agama, dan umat?
7.      Untuk regio Semarang:
-       Apa alasan diadakan study inkulturasi dan apa hubungannya dengan KBG?
-       Siapa yang ikut study inkulturasi (program no. 2) dan siapa yang mengalami sendiri (program no. 3)?
8.      Untuk regio Papua-MAM:
Apakah KU = pendalaman iman?
9.      Untuk regio Jakarta:
Jawab : diakon pertemuan Komkat antar keuskupan terlebih dahulu, lalu setiap komkat mencari tenaga fasilitator untuk tiap keuskupan.
KBG adalah sebuah kehidupan yang sangat jaya, tidak akan terungkap sepenuhnya dengan seminar/lokakarya/dll. Maka supaya orang dapat menangkat pengalaman yang kaya itu, pemandu perlu mengalami sendiri, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk melibatkan umat/ jemaat.


PKKI VIII
2.2.1        Latar belakang PKKI VIII

Seiring dengan berkembang KU dan mengevaluasi PKKI VII muncullah hasil penelitian dari komisi karya missioner KWI yang bekerja sama dengan lembaga penelitian Allocita menunjukkan bahwa KBG khususnya diRegio Jawa teryata masih berkutat pada hal-hal Rohani (Gerejani). (bk.Katekese Umat hal.36. Rm.Yosef Lalu,Pr - Kanisius). KBG belum terlalu menyentuh segi kehidupan bermasyarakat seperti : politik dan hidup sehingga KBG tidak berhasil memperbaharui kehidupan bermasyarakat. Kbg diharapkan sebagai cara hidup Gereja yang baru, yang bias menghantar masyarakat bangsa menuju Indonesia baru seperti cita-cita SAGKI tahun 2000, namun KBG belum berdaya transpormatif. Komkat KWI mengadakan PKKI VIII agar menemukan jalan bagi KU untuk dapt membangun KBG yang lebih dan mampu berdimensi : social, politik, ekonomi, budaya, dsb. Sehingga masyarakat terbantu untuk menerapkan pola hidup yang lebih adil, damai dan sejahtera.
Sesuai dengan penelitian Allocita beberapa keuskupan menunjukkan bahwa KBG masih sibuk dengan hal-hal rohani.hal ini terjadi karena KBG bertumbuh di keuskupan-keuskupan yang berasal dari kelompok-kelompok doa atau paguyuban rohani atau wilayah administrative paroki seperti kring, wilayah, lingkungan dsb.yang memang dari segi pastoralnya menekankan segi kultis/liturgy. Tidak hanya itu, berbagai Gereja Lokal masih menghayati bahwa Gereja dan Negara itu terpisah karna Gereja menangani hal-hal rohani dan Negara menangani hal Duniawi. Maka, Gereja dan segala sesuatu yang ada didalamnya termasuk KBG membatasi dirinya pada hal-hal rohani.

2.2.2        Masukan para pakar-pakar
1.      Dimensi Sosial Politik Dalam KBG
a.       Dimensi Sosial dalam KBG
Dalam Leksikon Teologi dan Gereja, Michael Sievernich menulis tentang KBG sebagai berikut : “ komunitas basis Gerejawi dimaksudkan kelompok masyarkat, yang berjumlah antara  10-150 orang, terstruktur secara sedehana dan pada umumnyacukup homogenserta mempunyai tujuan dan cita-cita tertentu, baik religious gejawi maupun social politis”. Lahirnya ide Komunitas Basis Gerejawi dimungkinkan oleh konsili vatikan II yang merupakan konsili pastoral, dimana pertimbangan pastoral merupakan hermenuitik bagi pemahaman konsili tersebut dan segala dokumen yang dihasilkannya. Konflik social, perkembangan politik dunia dan gerakan bangsa-bangsa menjadi latar belakang, tema dan medan pembahasan Konsili.

Pada awalnya Komunitas Basis Gerejawi menjadi substrukturdrari sistem paroki: ia belum menemukan dalam struktur paroki yang merupakan bentuk tradisional kehidupan menjemaat gereja. Ia menjadi isi, bentuk dan strategi kehidupan parokial dan pastoral.perubahan ini tidak hanya menyentuh struktur formal, melainkan membawa perubahan dalam pembawaan diri gereja.

b.      Bidang social-politik sebagai elemen substansial dan integral iman kristiani.
Dalam konsep kristianipengakuan iman dan perbuatan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersama, membentuk satu-kesatuan yang erat. Iman sebagai pengajuan dapat menjadi suatu penipuan dan pemalsuan belaka jikalau tidak dibuktikan dalam perbuatan dan gaya hidup. Iman bagaikan satu pohon, yang dapat dikenal dan diidentifikasikan lewat buah-buah, yaitu perbuatan perbuatan konkrit.

Tradisi hidup membiara dalam agama Kristen, yang dimotori oleh St. Benediktus, merumuskan dan menyimpulkan relasi komplementer antara pengakuan iman dan perbuatan dalam regula hidup komunitas dengan ungkapan ora et labora. Dengan moto hidup demikian itu para Rahim dan orang-orang biara telah membawa peradaban dan penemuan, baik dalam disiplin hidup berkomunitas, maupun di bidang teknik, bagi masyarakat umumnya di Eropa.

Gereja sebagai elemen atau komponen keagamaan masyarakat, sebagaimana agama-agama pada umumnya secara tradisional mengemban tugas pemeliharaan hidup rohani manusia. Ukuran keberhasilan karya gereja sering dititik beratkan pada jumlah penerimaan sakramen secara khusus pembaptisan, penguatan, pengakuan, ekaristi, pernikahan, dan tahbisan. Namun situasil social-politik umat dan masyarakat umumnya sesunggunya menjadi barometer sikap iman dan disposisi jiwa/rohani umat. Situasi social-politik, yang acapkali hanya dibebankan dan dipikulkan kepada bahu negara tidak lain adalah ekspresi jiwa dari manusia pembentuk masyarakat-masyarakat tersebut.

Bidang social-politik merupakan kriterium yang berat dan batu ujian yang tidak terlalu menyenangkan bagi kadar masyarakat. Bagi dunia iman, agama dan politik merupakan istilah yang tidak lasim bahkan menjadi satu bidang hidup kemasyarakatan yang sering bertentangan. Namun keduanya bertemu dalam elemen fundamental masing-masing, yaitu kuasa. Kekuasaan bukan saja kosa kata dua politik, melainkan memiliki rumahnya didalam agama dan iman. Dalam kehidupan istilah ini sebagai ungkapan metafora predikatif Allah.

Bagi kehidupan iman politik merupakan elemen penentu kemurnian. Dalam arti bahwa apa yang diimani haris dihayati dengan daya dan tenaga dan diusahakan agar terwujud dalam masyarakat. Dengan politik, maka penghayatan iman dan perwujudannya di dunia mengandaikan perjuangan dan kegigihan.

Gereja pada awal dan akarnya bersifat social-politik. Nuansa social-politik gereja dapat dijumpai dalam istilah-istilah yang digunakan untuk menyebut anggota gereja. Nuansa social melekat erat dengaan pola hidup gereja awal. Kesejahteraan semua anggota jemaat menjadi tanda pengenal umat Kristen awali. Ada dua hal yang menjadi dasar persekutuan jemaat awal, yakni berdoa dan memecahkan roti. Kepercayaan kepada para rasul disertai dengan konsep social yang selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing(Kis.2:44).

Model-Model Penghayatan Social-Politik Dalam Agama-Agama
Di negeri kita dijumpai tradisi dan kebiasaan-kebiasaan, yang memeperlihatkan model social politik dalam agama-agama. Setiap model penghayatan mengungkapkan penghayatan setiap agama tentang hubungannya dengan institusi politik setiap negara, kerajaan, dll. Secara umum dapat dibedakan tiga model pemahaman social politik dalam agama.
-          Model Refrentrasi Ontokratis
model tersebut ialah dimana situasi masyarakat yang menampak dalam kemakmuran, kesehjateraan dan perdamaian dalam konsep ini menjadi indikasi religius politik bagi keasahan dan legitimasi seorang pemimpin dan programnya. Apa yang membawa berkat dan kebaikan bagi masyarakat adalah Ilahi. Sedangkan apa yang tidak membawa kemamuran bagi rakyat dianggap tidak sakti dan tidak layak untuk dipertahankan. Elemen social masyarakat banyak menjadi kriterium kelayakan seorang pemimpin, juga social masyarakat banyak menjadi kriterium kelayakan seorang pemimpin, juga secara religius. Meskipun secara obyektif  taka da demokratis,namun legitimasi seorang pemimpin ditentukan oleh keadaan obyetik social masyarakat.
-          Model kekuasan Teonomis
Model kekuasaan Teonomis juga mengenal system demokrasi yakni, musyawarah menandai mekanisme pengambilan keputusan. diIndonesia konsepsi minimal demokratis ini sedang diupayakan dan diangankan oleh banyak partai, terutama oleh partai berhaluan agama Islam. Oleh karna kesatuan atau system totalitas ini maka persaingan agama akan terbawa kedalam upaya-upaya social. Keterlibatan dan karya-karya social politik selalu diberi stempel negative sebagai upaya merebut jemaat.disini ruangan social politik menjadi proyeksi dan subsitusi persiangan dan konkurensi negative agama-agama. Keterlibatan social politik dicurigai. Maka, dari pihak Kristen keterlibatan social politik merupakan perjuangan haruslah gigih, tulus, murni. Ia harus menjadi symbol atau ungkapan pengorbanan yang total dan tanpa pamrih dari umat Kristen. Ia mengandaikan pula proses dialog antar agama yang terus menerus.
-          Model Pemisaan
Secara kultural, system pemisaan antara agama dan social politik sangat asing bagi Indonesia yang menganut paham kesatuan antara hidup jasmani dan rohani. Mungkin pertentangan tersembuyi antara sikap dasar Gereja terhadap masalah social politik dan paham tradisional masyarakat Indonesia menimbulkan praktek dualisme kehidupan umat Kristen. Dalam model pemisaan, yang melahirkan sikap lepas tangan dan tidak mau bertanggung jawab terhadap social politik kemasyarakatan mengambaikan fungsi profetis agama dan iman yang hanya bisa terwujud dalam tanggung jawa social politik. Model pemisaan tidak mengenal keterlibatan KBG dalam bidang social politik.
-          Model Keterlibatan Kritis
Hubungan antara agama dan social politik dalam metode ini adalah hubungan antara protagonis dan antagonis dalam suatu agama. Keduanya memainkan peran yang berbeda, namun keduanya bertanggung jawab menjaga kelangsungan permainan drama. Semakin intensif telahaan iman dan teologis atas masalah social politik, semakin responsive agama terhadap persoalan social politik semakin bermutu hidup suatu masyarakat, baik kehidupan religius maupun kehidupan social politik.

2.      Dimensi Sosial Ekonomi dalam KBG
Komunitas Basis Gerejawi Dan Pemberdayaan Ekonomi Kecil

Ada yang menuding bahwa komunitas basis Gerejawi terlalu asyik dengan urusan liturgis dan doa, atau berkutat disekitar altar. Komunitas basis Gerejawi kurang memperhatikan masalah disekitarnya, apalagi menyentuh kehidupan ekonomi bagi masyarakat miskin. Lantas bagaimana hubungan KBG dengan pemberdayaan  “Ekonomi kecil” ?. Keduanya sering memiliki hubungan yang erat. Gerakan Komunitas basis bisa saja memberdayakan kaum kecil. Namun, tak pula bahwa Komunitas Basis sendiri merupakan bagian dari kaum papa yang mesti diberdayakan. Dimana bahwa KBG merupakan wujud nyata dari Gereja dilapis akar rumput, senantiasa memiliki kepedulian untuk membantu dan memberdayakan kaum kecil, sih miskin dan terpinggirkan. Oleh sebab itu hubungan KBG dengan “ekonomi kecil” sangat penting bagi Gerakan memGereja dalam upaya untuk memerangi kemiskinan dan ketidakadilan.

a.       Komunitas Basis Gerejawi
Komunitas Basis Gerejawi, bisa didefinisikan sebagai berikut : “persekutuan umat beriman, yang relative kecil 10 sampai 30 orang, secara berkala bertemu (seminggu atau dua minggu sekali) saling mengenal, tinggal berdekatan atau memiliki kepentingan bersama. Dengan terang kitab suci, mereka mencari solusi dan mengadakan aksi nyata bersama-sama. Mereka juga berada dalam naungan “ Gereja Universal”.  
Dalam surat apostolik Avengelii Nuntiandi (pewartaan Injil di dunia modern) yang kemudian menjadi dasar pemberdayaan KBG, sampai merasa perlu memberikan peringatan agar Komunitas basis tidak mudah bubar. Ada tuju pantangan, diantaranya :
-          Jangan membiarkan diri direkayasa oleh kepentingan politik sempit.
-          Jangan hanya menyibukan diri dengan urusan rohani semata, dan menutup mata terhadap kebutuhan dan derita rakyat disekitarnya.
-          Jangan sampai menabsirkan Kitab Suci secara harafiah, tertutup, ekslusif dan menjurus kesifat sektarian.
-          Jangan terlalu banyak bergiat dalam proyek-proyek pembangunan, bisnis, apalagi karena dorongan kepentingan uang atau nilai-nilai konsumarisme.
-          Jangan tertutup atau terlalu eksklusif terhadap sesama komunitas basis gerejawi.
-          Jangan membiarkan anggotanya membiarkan ‘menggereja secara baru’.
-          Jangan mebiarkan komunitas basis hanya dijadikan selogan, semboyan, label, atau ‘baju baru’ dari organisasi atau kegiatan gerejawi.

b.      Kaum Miskin
Banyak ukuran untuk menentukan tingkatan kemiskinan. Bank dunia mengunakan ukuran pengeluaran. Ada juga yang membuat ukuran dengan beras yang dikonsumsi. Menurut bina swadaya kemiskinan adalah suatu ketidakmampuan seseorang untuk mendapatkan makanan yang baik, tempat tinggal yang layak, pakaian yang pantas, pelayanan kesehatan yang memadai, pendidikan yang dibutuhkan, pekerjaan yang bermatabat, serta kebebasan untuk mengekspresikan identitas dan aspirasinya. Keadaan itu bukan sesuatu yang dikehendaki oleh sih miskin, tapi sesuatu yang tidak bisa dihindari dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Jadi, kemiskinan merupakan kondisi tidak terpenuhnya sebagai kebutuhan dan pelayanan dasar yang diperlukan oleh seseorang untuk hidup dan berkembang secara bermatabat.


KOMUNITAS BASIS DALAM KAUM MISKIN
          
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh komunitas basis Gerejawi dalam melayani kaum miskin :
1.      Komunitas basis Gerejawi menempatkan kaum miskin sebagai pusat dari usaha penanggulangan kemiskinan.
2.      Komunitas basis Gerejawi sudah memiliki pengalaman dalam hal berpatisipasi segenap anggotanya. Kaum miskin diajak untuk ikut serta dalam mencari solusi untuk memerangi kemiskinan.
3.      Apabila anggota KBG sudah mapan/mampu, bisa mengajak kaum miskin yang akan diberdayakan sebagai mitra
4.      Pemberdayaan kaum miskin bukan sekedar proyek yang sekedar begitu saja setelah proyek dilaksanakan. Hasilnya akan maksimal apabila pemberdayaan itu dapat benar-benar membawa mereka keluar dari kemiskinan dan menemukan hidup yang bermatabat.
5.      KBG juga bisa memberikan bantuan kepada kaum miskin dengan arahan agar mereka dapat menolong dirinya sendiri.
6.      KBG sebagai perwujudan Gereja dilapis akar rumput yang senantiasa memiliki keprihatinan bagi kaum papa, mestinya selalu dinamis dan mengikuti perkembangan mereka sesuai dengan waktu dan tempatnya.

3.      Dimensi Teologi Dalam KBG
Dimensi ini adalah niat dan arah yang telah ditempuh oleh Gereja Indonesia untuk mengambil komunitas basis sebagai focus pastoral untuk tahun atau dasawarsa mendatang.
Ada dua dinamika dalam dimensi ini yang sebetulnya merupakan dua segi dari satu tindakan ilahi, yaitu : bagaimana Yesus mencita-citakan suatu komunitas manusia yang selaras dengan ideal ilahi (tanpa merinci bentuk-bentuk social yang spesifik), dan bagaimana para pengikut Yesus dahulu dan sekarang berusaha memahami cita-cita Yesus itu dengan mengambil wujud-wujud social yang spesifik dalam sejarah sebagai terjemahan rasa tanggung jawab akan perutusan mereka.
Dalam LG. art 9 Gereja sebagai umat Allah dinyatakan bahwa Allah tidak menyelamatkan manusia seorang demi seorang, melainkan dengan menghimpun suatu umat. Istilah “umat Allah” sendiri merupaka suatu symbol religius yang dalam perjanjian syarat dengan muatan teologis : suatu persekutuan pribadi-pribadi yang kongkrit dengan kekayaan kekhasannya masing-masing, yang disum4bangkan dalam suatu interaksi kharismatik yang semakin membangun kualitas persekutuan tersebut (LG. art 12); disamping itu istilah umat Allah mengacu pada rencana Allah maupun perjuangan-Nya untuk mewujudkan rencana tersebut dalam pergumulan dengan Israel pilihan-Nya. Cita-cita komunitas ideal Yesus terungkap dalam istilah Kerajaan Allah. Ideal ini mimiliki implikasi social, politik, ekonomi yang tidak selalu menyenangkan bagi semua lapisan masyarakat. Bagi kelompok mapan dan terpandang pada masanya, cita-cita komunitas Yesus cukup membingungkan dan bahkan mendatangkan kemarahan.




2.2.3        GAGASAN PENGEMBANGAN KATEKESE UMAT DALAM KBG

a)      Gagasan-Gagasan Peserta Pertemuan
1.      Gagasan Kelompok I
Katekese Umat hendaknya dapat mengembangkan KBG yang berdimensi Sos-Pol, ekonomi, budaya, dsb. KU bertujuan untuk menyadarkan umat untuk bertumbuh dalam iman dan kebersamaan sesuai dengan kebutuhannya, dan juga mengangkat kembali nilai luhur budaya yang tenggelam karena globalisasi. KU harus memperhaikan tema-tema kontekstual yang menyangkut persoalan dan kebutuhan umat dalam KBG. Selain itu KU dianjurkan mengembangka spiritualitas social bukan individual dalam KBG (yang perlu diperhatikan spiritualitas solidaritas dan keterlibatan spiritualitas penyebrangan dan kemuridan). KU membutuhkan fasilitator handal dan terintegrasi dengan karya pastoral lain.
2. Gagasan Kelompok II
Dalam berhubungan dengan KBG, KU yang baik seharusnya menyadarkan persoalan dan menjawab kebutuhan orang beriman, membawa kepada kemandirian hidup ditengah tata dunia, dan menyadarkan umat untuk berperan aktif dalam karya pastoral.
3. Gagasan Kelompok III
-          Ciri-ciri KBG sebagai nilai esensial cara bbaru hidup menggereja harus menjadi pokok KU, KU haruslah menghidupkan dan menumbuh kembangkan ciri-ciri tersebut.
-          KU perlu menegakkan dan menghidupkan kembali hal yang esensial dari iman, yaitu hidup beriman yang integral. Integral dalam hal ini adalah korelasi antar berbagai aspek hidup yaitu nilai iman dengan hidup manusia. Maka KU harus mengintegrasikan refleksi iman dengan masalah hidup manusia dalam situasi sosio-kultural, sosio-politis, dan ekonomi. KU harus mendukung KBG untuk bergerak diwilayah yang terdapat isu kehidupan, dan untuk merefleksikan iman gereja dalam konteks persoalan-persoalan kehidupan agar sampai pada kesadaran yang mendasar. KU haruslah terarah dan sampau pada perjuangan bersama dengan sesama yang berkeyakinan lain(gereja yang inklusif) sehingga terbentuk jaringan perjuangan bersama.


4.      Gagasan Kelompok IV
Menurut kelompok didaalam KU umatnya terbatas namun dalam keterbatasan itu muncul komunikasi iman yang terjadi karena adanya perencanaan dengan pola Yesus Kristus sendiri. Adanya pertobatan yang diungkapkan dalam hidup sehari-hari. Selain itu didalam KU diharapkan seorang pewarta mampu menguasai bidangnya, sehingga terciptalah kesederajatan antara fasilitator dan peserta. Mengenai KBG yang berdimensi social, politik dan ekonomi kelompok memberikan gagasan bahwa KBG berpihak kepada yang miskin dan tertindas, terbuka terhadap perubahan yang muncul tanpa kehilangan karakternya. Dan yang terakhir adanya penyadaran terhadap diri sendiri bahwa rasa perduli/peka social atau solidaritas hidup bersama itu penting.
5.      Gagasan Kelompok V
Kelompok mempunyai beberapa gagasan:
-          cara mengumpulkan umat
Bertitik tolak dari budaya setempat itu sangat dibutuhkan, karena menghadapi suasana didesa dan dikota sangat berbeda. Ketika mengumpulkan umat dikota, undangan pertama-tama dapat diberikan dengan tujuan; makan bersama dilamjutkan dengan pembicaraan kelompok (pendekatan). Sedangkan di desa penting sekali membangun rasa kekeluargaan. Latar belakang orang desa hanya berani berbicara tentang persoalan hidup kepada orang yang dianggap sebagai keluarga. Maka membangun suasana kekeluargaan itu sangat penting.
-          Isi Pembicaraan
sebagai tahap awal/pendekatan, baiklah menciptakan suasana informal utnuk mendorong umat lebih rileks dan berani berbicara. Tema bisa menyusul. Setelah itu, barulah memulai berbicara mengenai persoalan yang riil dan konkrit. Setelah sharing umat diajak untuk memasuki sesi seputar Kitab Suci. Untuk memenuhi kebutuhan umat perlu diadakan kegiatan ekonomi seperti arisan dan kegiatan poliltik yang tidak perlu muluk-muluk misalnya keamanan.
-          Teknik Animasi
metodenya; bisa menggunakan pemaparan teks Kitab Suci begitu saja dan membiayarkan kelompok menanggapi teks apa adanya sesuai dengan perasaan mereka. Alternatif lain adalah memilih teks Kitab Suci yang cocok dengan persoalan hidup (hal ini perlu pendampingan yang kompeten). Kelompok perlu mendatangkan orang yang kompeten untuk membantu memecahkan persoalan. Lebih dari itu orang setempat memerlukan pendamping agar pendampingan terus berlanjut. (perlu kader fasilitator).
-          Penting Gembala
kehadiran gembala sangat penting walaupun hanya kunjungan pastoral belaka, namun tetap perlu kerjasama dengan pastur/DPP
6.      Gagasan Kelompok VI

Menurut kelompok KBG merupakan cara hidup menggereja masa kini yang sangat ideal, karna mempunyai dasar biblis yang jelas, serta dasar teologis yang kuat. Salah satu metode KU yang cocok yaitu, dengan LIVE IN. Dengan mengalami langsung hidup bersama kaum lemah. Melalui kitab suci dengan disertai sering KU dapat menghasilkan tindakan nyata yang secara berkesinambungan.
7.      Gagasan Kelompok VII

Cita-cita kegiatan KU adalah membangun KBG sebagai mana yang dicanangkan dalam SAGKI. Untuk mewujudkannya KU dapat menjadi sarana yang dapat diandalkan bila, KU tersebut berjalan dengan baik. Sehingga, KBG hidup, Tumbuh, berkembang sesuai dengan cita-cita KU. KU yang konstektual memiliki kepedulian dan solidaritas kepada mereka yang mengalami kesulitan dan penderitaan. Sehingga KBG yang berefleksi iman dengan sumber kitab suci dapat merealisikan kepedulian terhadap mereka yang miskin, malang dan tersingkir. KBG juga membutuhkan seorang fasilitator yang mempunyai hati dan kesediaan untuk berkorban demi pendampingan yang berkesinambungan termasuk dalam KU.

8.      Gagasan Kelompok VIII

Dalam KBG spiritualitas sangat diperlukan untuk membangun jemaat dalam komunitas basis, karena tanpa spiritualitas KBG tidak akan berjalan dengan baik sehingga anggota kesulitan untuk melibatkan dirinya didalam KBG. KBG perlu mengubah mentalitas umat dari sifat individual menjadi sifat yang solidaritas. Sehingga anggota sadar akan kebersamaan dengan memperhatikan kehidupan social, ekonomi, politik orang-orang disekitarnya.
Dalam KBG perlu dikembangkan metode ANSOS untuk dapat menyentuh kehidupan riil dari umat. Dalam hal ini KU tidak hanya terbatas dalam katekese sekolah tetapi lebih pada KU seluruhnya. Disini fasilitator dibutuhkan untuk memotivasi dan mengkoordinir keprihatinan yang muncul dalam KBG. Bahan atau materi yang digumuli sungguh-sungguh sesuai dan mengena dengan kebutuhan komunitas basis.

b)      Refleksi Kritis Dari Para Pakar (terlampir)

2.2.4        RENCANA DAN TINDAK LANJUT MEMBANGUN KBG BERDAYA TRANSFORMATIF
a)         Rencana-Aksi Setiap Regio
1.      Regio Sumatra
Spiritualitas Untuk Membangun Hidup Gereja yang Kontekstual di Sumatra.
Umat Katolik Sumatra sebagian besar adalah Gereja diaspora yang hidup sebagai komunitas minoritas kecil ditengah-tengah masyarakat yang beragama dan berbudaya lain. Dalam situasi seperti itu Gereja Katolik Sumatra harus membuka diri kepada masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Seperti Yesus turun ke dunia, berjuang dengan manusia dan berani mati demi manusia agar sampai kepada kebangkitan; demikianlah Gereja Sumatra harus menjadi komunitas yang terbuka dan menjadi bagian dari masyarakat, sehingga Gereja tidak lagi dipandang “benda asing” ditengah masyarakat, tetapi menjadi milik dan bagian dari masyarakat itu sendiri.
Maka Gereja Sumatra memiliki beberpa tema dalam KU yang dapat dikembangkan, yaitu: Gereja sebagai Sakramen Keselamatan, kesetiakawanan, membangun persaudaraan sejati, pengorbanan, pengmapunan, menghargai keanekaragaman.
2.      Regio Semarang
Gereja Semarang lebih mengutamakan bagaimana KU bisa mengembangkan Gereja secara kontekstual. Dengan beberapa sikap yang diambil oleh gereja Semarang agar tujuan KU dapat terealisasi yaitu dengan sikap siap mendengarkan Tuhan dan sesama, mendahulukan dan menghargai orang lain, memperhaikan persaudaraan pelayanan serta mau bekerja sama dengan orang lain. Untuk mencapai tujuan diatas gereja Semarang memiliki tema untuk dikembangkan, yaitu : sepiritualitas belarasa yang berdimensi social politik, social ekonomi, social budaya serta lingkungan hidup.
3.      Regio Jakarta
Dalam kesempatan ini regio Jakarta memiliki pendapat Spiritualitas keterlibatan yang bersumber pada “ Pathos Allah “ dengan memperhatikan unsur peduli terhadap sesame, memikul salib, semangat dalam persekutuan serta berani berkorban dan melayani masyarakat. Maka dari itu regio Jakarta memiliki beberapa tema yang dapat dikembangkan dalam KU yaitu, kerukunan dalam lingkungan hidup, memperhatikan kesetaraan, narkoba, HIV/AIDS, kekerasan, dan kesetiaan dalam hidup perkawinan.
4.      Regio Kalimantan
Spiritualitas : Roh/semangat/jiwa menggerakkan menuju Kalimantan baru. Dasarnya alam seluruh isinya menghidupkan manusia (hutan, sungai, udara dan tanah). Namun sekarang alam telah rusak (air, tanah, hutan dan udara). Maka muncullah berbagai penyakit yang melanda masyarakat, dan memunculkan system yang menindas seperti ; mengurung, pembodohan, pemecah belah, penghacuran budaya, perjudian, pelacuran,miras, dan mengejar kenikmatan hidup. Berdasarkan beberapa hal tersebut maka spiritualitas yang diharapkan adalah; pembebasam tanpa kekerasan, setia kawan, persaudaraan, partisipatif, solider, cinta kasih, inkarnasi, kemandirian, keadilan/perdamaian, kemuritan Yesus, cinta ekologi, harmonisasi dan persamaan martabat. Secara umum pembebasan partisipatif tanpa kekerasan menuju Kalimantan baru perlu memperhatikan hal tersebut; keutuhan ciptaan, martabat manusia, keadilan/perdamaian, gerakan cinta alam, gerakan cinta kehidupan, hidup sebagai anugerah, tanggung jawab yang membebaskan, system yang menindas, peningkatan taraf hidup, mandiri dalam kebersamaan dan rekonsilisasi.
5.      Regio Papua
Regio papua memilih spiritualitas: pembawa damai “ Tuhan jadikanlah aku pembawa damai “ dengan tema membangun budaya damai dan rekonsilisasi. Dengan tema ini maka muncullah tema-tema kecil yang dianataranya adalah partisipasi, kebersamaan dan toleransi menghargai, komunikasi/informasi kesehjateraan, rasa aman dan nyaman, kemandirian, harga diri dan pengakuan serta keutuhan/harmoni.
6.      Regio MAM
Ada beberapa spiritualitas yang dipilih seperti janda miskin, anak yang hilang dan jemaat perdana. Ketiga jenis spiritualitas tersebut diaktualisasikan dan tergambar dalam tema-tema kecil yaitu; membangun budaya pengorbanan, budaya pengampunan, bertumbuh dalam budaya belas kasih, budaya rekonsilisasi, membangun budaya persaudaraan sejati, budaya keadilan, menuju kemandirian, membangun jemaat yang beriman dan berbudaya, menumbuhkan kepekaan, dan berkata Ya dalam kebenaran dan tidak pada kebenaran.
7.      Regio Nusa Tenggara
Regio ini memiliki spiritualitas yang dapat membangun hidup Gereja yang Kontekstual yang akhirnya memunculkan berbagai tema. Tema-tema tersebut ialah; konflik sekitar tanah, diskriminasi terhadap perempuan, kemajemukan-ketertutupan dan fanatisme, Gereja dan kekuasaan, iman dan kebudayaan. Regio ini mempunyai program yang sudah dibicarakan dan disepakati dalam konfrensi wali Gereja Regio Nusra. Kesepakatannya yakni, membagikan tema-tema pada setiap keuskupan (Komkat) untuk diolah Katekesenya pada pertemuan Komkat diruteng, September 2003. Selanjutnya tema Katekese akan dibahas pada pertemuan komkat tahunan se-Regio Nusra, September 2004 diAtambua










PKKI IX
2.3.1. LATAR BELAKANG
Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2005 menyerukan”habitus baru” menggereja dan menegara, sebagai reaksi terhadap kondisi bangsa yang memprihatinkan. Memprihatikan karena dilanda aneka persoalan serius seperti formalism keagamaan, kekerasa dalam aneka modus dan eskalasi, dan masih banyak yang lainnya. Semua persoalan itu menyangkut kemanusiaan, hukum dan politik.
Ketiga kelompok persoalan itu menjadi arah pergumulan Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia IX. Apa yang mendasari Komisi Kateketik Konfrensi Waligereja Indonesia memilih persoalan bidang-bidang itu? Beberapa alas an berikut sedikit memberi gambaran umum keprihatinan Gereja Katolik Indonesia yang berpengaruh terhadap pelaksanaan katekese.
Pertama, penghargaan yang rendah terhadap hak hidup bahkan nyawa manusia. Krisis multi-dimensiyang sudah 10 tahun menimpa bangsa ini, menyebabkan erosi nilai kemanusiaan. Sebut saja, tindak kekerasan dalam persoalan agama seperti penyerangan sarana ibadah sekte Ahmadiyah oleh kelompok muslim radikal, kekerasan dalam perebutan tanah, kekerasan antar mahasiswa dengan aparat seperti di UISU Medan, Universitas Sam Ratulangi Manado, Unhas di Makasar, atau pendukung partai politik tertentu dalam pilkada Maluku Utara, Makasar, dan lainya. Banyak orang sekarang begitu mudah mencabut nyawa sesamanya bahkan dengan cara yang keji. Padahal kita semua percaya bahwa manusia adalah citra Allah sebab diciptakan “menurut gambar dan rupa kita”(Kel.1:24)
Kedua, penegakan hukum yang masih timpang.  Berbagai kasus pelanggaran hukum tela marak terjadi di Indonesia, barbagai contoh kasus-kasus yang melanggar hukum di Indonesia ialah KKN(Korupsi Kulusi dan Nepotisme) yang menyeret sebagian besar petinggi kepemerintahan Indonesia, dan yang paling parah kasus suap yang menyeret para aparat penegak hukum. Dipihak lain, lambatnya pelaksanan eksekusi untuk kasus kemanusiaan luar biasa seprti Amrozi dkk, dibandingkan dengan kasus Tibo cs, langsung dieksekusi, begitu permohonan grasinya ditolak oleh presiden SBY. Hukum masih sangat “tebang pilih”, termasuk diantara para penasehat hukum sendiri. Suasana ini merupakan tantangan bagi para DPR dan Pemerintah untuk melahirkan Undang-undang yang legitim, aspiratif, tetapi memiliki daya patuh yang tinggi.
Ketiga, budaya dan etika politik yang manipulatif. Indonesia adalah Negara yang demokratis, hal itu terbukti ketika kita akan menentukan pemimpin diPemerintahan disebut juga dengan cara pemilihan umum. Hal inilah yang membuktikan bahwa Indonesia adalah salah satu Negara yang Demokrasi baru. Tapi disisi lain didalam dunia pemilu telah terjadi lingkaran setan antara mahalnya peyelenggaraan pemilu ditengah kemiskinan rakyat Indonesia, serta kompetisi yang kurang sehat yang dapat menimbulkan kerawanan dan konflik social. Sesungguhnya, jika usaha itu dilaksanakan secara benar, didasari sesuai etika politik sesuai prinsip “ salus populi suprema lex “, kompetisi pemilu adalah sebuah kaniscayaan demokrasi procedural dan substansial. Persoalan, bahwa manusia Indonesia belum siap menerima kekalahan : hal inilah yang dapat menyebabkan konflik horizontal. Oleh sebab itu kebanyakan para peserta pemilu menggunakan berbagai macam untuk memenangkan sebuah pemilu salah satunya adalah politik uang (serangan fajar) ; hal ini yang membuat motivasi politik menjadi kacau mereka hanya mencari keuntungan material, posisi diri, krooni dan pendukung. Komitmen untuk melayani masyarakat hanyalah utopia belaka yang tidak pernah terwujud. Maka hal ini dapat dikatakan politik yang bersifat prakmatis, jangka pendek dan masih berpola patron clien.

2.3.2. MASUKAN PARA PAKAR
1.      Masukan Dalam Bidang Kemanusiaan
1.1.Dimana Dan Kemana Kemanusiaan Kita
(Masdar Farid Masudi)
1.      Kemanusiaan adalah visi, sudut pandang sekaligus nilai luhur yang mengajarkan kita untuk memperlakukan setiap orang pertama-tama dan terutama sebagai manusia, seperti diri kita sendiri; bukan pertama-tama dan terutama sebagai yang lain (the other) dalam jerat kesukuan, ras, kebangsaan, kelas,dll.
2.      Visi dan nilai kemanusiaan dalam konteks kehidupan berbangsa-bernegara Indonesia sebenarnya bukan perkara asing, Nilai itu bahkan telah ditetapkan secara eksplisit dan resmi sebagai sila kesua  dalam pancasila, landasan filosofi dan ideology bangsa dan Negara kita.
3.      Bahkan dalam kerangka Pancasila, nilai kemanusiaan telah disempurnakan sedemikian rupa sebagai satu kesatuan bersama nilai-nilai lain yang tidak kalah luhur.
4.      Sungguh hebat konsep kebernegaraan dan kebangsaan kita, rasanya tidak ada bangsa-negara yang dimilikikonsep filosofis yang sekomprehensif dan sedalam Pancasila yang kita punya.
5.      Karena seluruh yang kita keluhkan ini pangkalnya bukan saja pada realitas sosio-struktural yang korup tapi skaligus juga pada mentalitas dan moralitas masyarakat bangsa, terutama para elitenya, maka terapinya pun harus dilakukan secara double track. Perihal problem sosio-struktural mungkin bukan agenda utama agamawan; tapi jika ada problem moralitas an mentalitas masyarakat bangsa maka kaum agamawan lah tertuduh utama. Apa gunanya agama jika tidak mampu mendorong hadirnya moralitas dan mentalitas unggul pada umat/bangsanya?
6.      Tapi untuk menjadi sumber kebangkitan moral dan mentalitas unggul bagi bangsanya, harus mampu keluar dari (bukan menanggalkan)keungkungan ke-aku-an atau ke-kami-an yang tertutup, menuju ruang ke-kita-an yang terbuka bagi semua, sanggup keluar dari private ke-umat-an yang esklusif menuju ruang public-kemanusiaan yang inklusif.
7.      Disinilah umat beragama di ruang public Indonesia ditantang untuk mampu merumuskan dan menawarkan nilai-nilai public (common values) yang diunggulkannya bagi kepentingan bersama, kepentingan kemanusiaan, yang akan diperjuangkan bersama secara sungguh-sungguh sebagai panggilan iman terhadap Tuhan-bukan Tuhan saya/kami (umat islam,Kristen, Budha, Hindu, Yahudi) tapi, “ Tuhan kita semua segenap manusia, Tuhan pencipta alam semesta “.
8.      Untuk sekedar menyebutkan nilai-nilai bersama (common values) itu, misalnya; keadilan (dari islam); Kasih dan pemihakan kepada yang lemah (dari Kristen); kesederhanaan hidup dan kedamaian (dari budha) serta Non-violence atau Ahimsa (dari hindu). Sungguh nilai-nilai universal itu sangat mulia dan didambakan bagi pembangunan manusia dan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila yang kita cita-citakan bersama.
9.      Semoga pertemuan Kateketik antar keuskupan se-Indonesia yang ke IX ini dapat menjadi tonggak bagi kehadiran Indonesia baru, Indonesia yang maju, damai dan berkeadilan bagi semua.
1.2. Beberapa Masalah Kemanusiaan Di Indonesia
(P.Benny Salombre Pr)

      Dalam bagian ini menunjukkan beberapa masalah serius di negara kita, tentang wajah buram kemanusiaan. Kita tentu dapat membuat litany wajah buram kemanusiaan. Kita tentu dapat membuat litani wajah buram didaerah kita masing-masing. Yang saya catatkan ini adalah masalah yang bukan kasus-kasus belaka tapi sudah menjadi suatu tragedy kemanusiaan, yang menyangkut pemerosotan nilai kemanusiaan.
A.    Kekerasan Terhadap Kaum Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan seakan menjadi satu wajah universal. Begitu universalnya sehingga memunjulkan stigma bahwa perempuan memang indentik dengan kekerasan (Jimmy Hendrik Rance T., OFM, perantau, November-Desember 2007) bentuknya bermacam-macam, dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual. Motifnya juga bermacam-macam: perdagangan, pariwisata, prostitusi, kemiskinan, budaya, perang dan lain-lain.
1.      Traffiking (perdagangan orang)
Perkembangan kasus Traffiking di Indonesia sesungguhnya sudah sangat mengkhawatirkan. Dari Tahun ke tahun, kasus ini terus meningkat tajam. Untuk mendapatkan data akurat seperti diakui oleh pelbagai lembaga yang memperhatikan hal ini memang sulit, karena sistemnya yang sulit untuk diterobos. Sehingga kasus Trafficking di Indonesia diibaratkan seperti seperti gunung es artinya amgka yang tersembunyi di bawah permukaan jauh lebih besar dari yang nampak di permukaan. Modus operandi Traffking sangatlah beragam:mulai dari janji pekerjaan dengan gaji besar, penculikan korban, pemaksaan karena kekuasaan.
Penyebab terjadinya Traffiking pada umumnya karena semakin meningkatnya permintaan didorong peningkatan pertumbuhan ekonomi di Negara maju dan Negara berkembang , legalisasi pelcuran, rendahya pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai hal itu, serta yang paling mencolok adalah karena kemiskinan.
2.      Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam keluarga yang dilakukan oleh orang –orang terdekat, yang dikenal korban, bahkan dicintai (domestic violence). KDRT seringkali hanya difkaitkan dengan perlakuan kasar terhadap perempuan, tapi sebenarnya KDRT juga mencakupi kekerasan terhadap anak-anak, yang dalam hal ini perempuan juga menjadi pelakunya.
B.     Penghilangan Kehidupan (genoside)
Ada banyak kasus yang dapat dicatat di mana kehidupan manusia dihilangkan. Penyumbang terbesar terjadinya kematian sia-sia adalah kerusuhan/pertikaian yang terjadi diIndonesia. Tapi dalam peristiwa-peristiwa kerusuhan yang terjadi sangatlah serius menunjukkan bahwa kemanusiaan sungguh-sungguh disorotkan nilainya. Salah satu bentuk aksi penghilangan hidup secara paksa yang harus kita soroti dalam kaitan dengan ini adalah praktek abortus. Secara lebih mendalam bahwa sedemikian merosotnya penghargaan atas kehidupan manusia. Korban-korban pembunuhan ini sungguh sangat tinggi, jika dibandingkan dengan kematian akibat penyakit atau perang, bahkan bencana alam sekalipun,tidak mecapai setengahnya jika dibandingkan dengan tingkat aborsi.
            Penutup
1.      Dari pelbagai macam persoalan kemanusiaan yang ada diIndonesia, menggambarkan kepada kita bahwa dibumi kita berpijak saat ini masih perlu perjuangan panjang untuk membangun kesadaran akan pentingnya penghormatan akan nilai-nilai kemanusiaan. Bahwa manusia adalah Citra Allah, karena itu membela kemanusiaan, membela kehidupan berarti suatu penghormatan kepada Allah.
2.      Wajah buram kemanusiaan kita nampak secara jelas dari pandangan dan perlakuan terhadap perempuan. Hampir dipelbagai segi kehidupan kaum perempuan hanya memiliki posisi tawar yang kecil dan selalu tersudut sebagai korban.pandangan masyarakat kita tentang perempuan juga masih identic dengan seksualitas belaka sehingga perempuan hanya sebagai objek kesenangan, pemuas.
3.      Salah satu factor, dari sekian banyak sebab, yang menjadi penyulut terjadinya banyaknya kasus-kasus kemanusiaan di negeri kita ini adalah factor kemiskinan. Prostitusi, perdagangan, manusia, kekerasan dalam rumah tangga, bahkan aborsi, dipicu oleh kemiskinan ekonomis.
2.       Masukan Dalam Bidang Hukum
1.1. Peran Warga Negara Dalam Negara Yang Berdasar Atas Hukum Di Indonesia
(Maria Farida Indrati,S)
A.    Hukum dan Masyarakat
Dalam hubungan antara hukum dan masyarakat dikenal suatu ungkapan “Ubi Societas ibi ius” yang maknanya adalah dimana ada masyarakat manusia di situ berlaku hukum, dalam semua masyarakat manusia berlaku huku atau tidak ada masyarakat manusia tanpa hukum. Hukum merupakan suatu system keseluruhan system yang berupa aturan-aturan yang berisi pembatasan-pembatasan dan sekaligus memberi jaminan perlindungan pada setiap orang dalam hubungan antar manusia, sehingga hukum wajib diketahui, dipahami dan dijalankan oleh masyarakat tanpa kecuali, baik warga Negara biasa, aparat, maupun penyelenggara Negara.
Secara umum hukum itu berfungsi untuk menertibkan masyarakat, mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental, menyelesaikan sengketa secara tertib dan adil, memelihara dan mempertahankan aturan-aturan jika dengan perlu menggunakan kekerasan secara teroganisasi (menerapkan sanksi hukum). Dengan demikian, secara umum tujuan hukum adalah untuk mewujudkan perdamaian dalam masyarakat.
B.     Hukum dan Gereja

Gereja bukan hanya merupakan bangunan yang megah, tetapilebih merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang plural, yang tentu saja mempunyai tata aturan atau Hukum Gereja. Sebagai Negara yang berdasar atas hukum UUD 1945 telah memberi jaminan  dalam kehidupan beragama kepada setiap orang secara tegas dalam pasal 29. Jaminan terhadap kehidupan beragama bagi setiap orang tersebut ditegaskan kembali dalam perubahan UUD 1945, khususnya pasal 28E ayat (1) dan pasal 28I ayat (1).
Oleh karena itu, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang plural tersebut Gereja Katolik harus dapat beradaptasi dengan mengharmonisasi-kan Hukum Gereja dan Hukum Negara, sehingga tidak menimbulkan gesekan dan bahkan dapat mengakibatkan konflik karena salah memahami atau berbeda persepsi.
C.     Kesadaran Hukum
Sebagai warga Negara dari sebuah Negara yang berdasar atas hukum maka setiap warga Negara dianggap tahu dan memahami hukum atau dasar hukum. Kesadaran hukum adalah suatu kondisi mental dimana seseorang tahu akan hak dan kewajibannya dalam hukum. Umat katolik juga merupakan warga Negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan seyogyanya mendapatkan per-lindungan akan hak dan kewajibannya dalam menjalankan Hukum Gereja dalam naungan payung Hukum Negara.
D.    Masalah Hukum
Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini bangsa dan Negara sedang mengalami keterpurukan dalam berbagai bidang bersifat multidimensional. Sebagai warga Negara dan anggota masyarakat, umat katolik wajib menyumbangkan darma baktinya. Dalam menyingkapinya Gereja harus bersikap arif, lebih proaktif, tidak eksklusif  dan mampu menggalang kerjasama dengan berbagai pihak dalam tindakan nyata membantu empati dan bersifat karitatif belaka. Agar tindakan tersebut tidak melenceng atau salah arah, maka umat/gereja harus tahu akar masalah penyebab keterpurukan multidimensi tersebut, apabila dikerucutkan maka akan muncul beberapa penyebab utamanya, yang mengkristal dalam tiga wujud :
1.      Kerusakan lingkungan hidup
2.      Kekerasan
3.      Korupsi

E.     Upaya Hukum
Dalam kancah perjuangan bangsa dan masyarakat Indonesia untuk menuju pada masyarakat yang sejahtera, maka kita  seharusnya selalu mengetengahkan tujuan Negara yang dirumuskan dalam pancasila alinea ke 4. Tujuan Negara tersebut terasa begitu sulit untuk dicapai, tetapi sebenarnya rangkaian kata-kata yang tertulis di dalamnya adalah seiring dan sejalan dengan keinginan kita untuk mewujudkan gerakan “ habitus baru “. Habitus vbaru diwujudkan dengan usaha memahami dan menghormati martabat manusia sebagai Citra Allah adalah identic dengan pemahaman dan penghormatan kita terhadap hukum itu sendiri.
F.      Penutup
Sebagai warga Negara yang tidak selalu terlibat dalam pembentukan peraturan perundangan-perundangan dan pembentukan keputusan-keputusan Negara, seyogyanya kita dapat selalu memberiakn masukan atau saran, bahkan kritik terhadap para pemegang kewenangan pemerintahan tersebut , namu demikian saran dan kritikan hendaknya disampaikan dengan cara yang benar dan mengikuti prosedur dalm koridor hukum, bukan dengan melalui cara kekerasan, pemaksaan dan anarki.
3.Masukan Dalam Bidang Politik
(YR. Edy Purwanto Pr)
            Dalam arti luas dan sangat luas, katekese dapat digambarkan sebagai kegiatan berikut :
1.      Membuat orang memahami sabda Allah, yaitu Kitab Suci dan mengikuti Yesus Kristus, yang adalah Sabda Allah yang hidup dalam Gereja dan memimpinnya.
2.      Membuat orang sanggup ikut merayakan ibadat Gereja khususnya Ekaristi dan sakramen-sakramen lain,
3.      Membantu orang mengamalkan iman dalam kehidupan pribadi dan kemasyarakatan.

Pada  pokok ketiga dari tujuan kegiatan katese inilah katekese politik mendapatkan tempat untuk berpijak bahwa cita-cita itu mungkin dan bukan merupakan ide liar yang mengada-ada atau diada-adakan. Hal itu menjadi kian mendesak dan relavan ditengah hingar bingarnya masaalh perpolitikan di Negara Indonesia ini.
A.    Panggilan Awan Untuk Merasul
1.      Dasar panggilan Untuk Merasul
Semua awam yang terhimpun sebagai umat Allah dan berada dalam satu Tubuh Kristus dibawah satu kepala, tanpa kecuali dipanggil untuk menyumbangkan segenap tenaga, yang mereka terima berkat kebaikan sang pencipta  dan rahmat sang Penebus demi perkembangan Gereja serta pengudusan terus-menerus denagn diBaptis dan Krisma semua ditugaskan oleh Tuhan sendiri untuk kerasulan itu. Kaum awan dipanggil untuk menghadirkan dan mengaktifkan Gereja di mana mereka (LG 33). Secara lebih terinci, dekrit tentang Kerasulan Awam (Apostilicam Actuositatem) nomor 6 menguraikan tentang panggilan kerasulan yang harus diemban oleh kaum awam memiliki tujuan seagai berikut :
a.       Mewartakan Injil
b.      Menyucikan Umat Manusia
c.       Pembaharuan Tata Dunia
d.      Menjalankan Amal Kasih.

2.      Dasar panggilan Untuk Merasul di Bidang Politik

Kutipan dekrit tentang Kerasulan Awam no 14, umat Katolik memberikan perhatian besar pada kerasula politik di masyarakat. “Terdorong oleh cinta akan bangsanya dan oleh rasa tanggung jawab akan tugas-tugas sebagai warga Negara orang Katolik harus merasa dirinya bertanggung jawab untuk memajukan kesehjateraan bersama dalam arti kata yang sebenarnya”. Dasar tersebut bias dilengkapi dengan seruan sebagaimana disampaikan oleh para Bapa Konsili Vatikan II melalui Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Dewasa ini (Gaudium et Spes no 75).
Panggilan umat katolik untuk terlibat di dalam bidang politik memiliki dasarnya yang kuat. Keterlibatan itu hendaknya dilaksanakan karena dua alasan pokok :
1.      Terdorong oleh cinta akan bangsanya dan oleh rasa tanggung jawab akan tugas-tugasnya sebagai warga Negara untuk memajukan kesehjateraan bersama (bonum publicum)
2.      Mengabdikan kecakapan dan bakatnya untuk berpolitik tanpa memperhitungkan kepentingan pribadi atau keuntungan materiil bagi terwujudnya kesehjateraan umum (bonum commune).

Kutipan ini pantas direnungkan secara lebih mendalam oleh kaum awam katolik “hendaknya orang Katolik, yang mahir dibidang politik dan sebagaimana wajarnya berdiri teguh dalam iman serta ajaran kristiani, jangan menolak untuk menjalankan urusan-urusan umum” (AA 14).


3.      Mengapa Keterlibatan di Bidang Politik Menjadi Kian Penting ?

Keterlibatan Gereja (Khususnya awam Katolik) dalam bidang politik menjadi kian penting karena adanya masalah serius yang kita hadapi bersama sebagai bangsa, yaitu rusaknya keadaban public. Salah satu kunci yang bias digunakan untuk membuka pintu keruwetan bangsa sekarang ini adalah perbaikan dibidang politik. Keterlibatan orang Katolik dalam dunia politik bangsa ini dilaksanakan bukan sekedar dipacu oleh fenomena politik yang kini dijadikan primadona dalam hidup berbangsa dan bernegara, tetapi hendaknya didorong oleh kerinduan untuk ambil bagian dalam menciptakan tata hidup politik  yang dijiwai oleh semangat serta nilai-nilai Injil demi terwujudnya kesehjateraan bersama.
B.     Politik Indonesia Terkini
1.      Fenomena yang mendominasi perpolitikan Indonesia saat ini
a.       Korporatokrasi, Indonesia merupakan salah satu Negara Asia yang rakyatnya telah dibodohi dan dipaksa untuk menerima pasar dan persaingan bebas. Yang dilakukan oleh penguasa ekonomi politik dunia dengan membangun mal-mal dan pusat-pusat bisnis dengan alasan bagi kemajuan masyarakat atau penyesuaian dengan gerak dunia modern .
b.      Partitokrasi, pengendalian perjalanan roda perpolitikan di Indonesia masih akan sangat kuat dilakukan oleh partai-partai politik.
c.       Gelora Syariah, aksi penegakan syariat Islam.
d.      Kompleksitas transisi, Gerakan Reformasi yang dilakukan dinegara Indonesia tetapi belum dapat berjalan dengan baik.
2.      Proyeksi perpolitikan Indonesia di depan
a.       Kekerasan terbuka. Kasus-kasus demonstrasi yang berakhir dengan bentrok antara aparat keamanan dengan demonstran.
b.      Krisis hidup berbangsa dan bernegara. Hilangnya sosok figure-figur seorang pimimpin yang dapat memimpin negara dan menjadi panutan masyarakat yang dipimpin
C.     Impilkasi Bagi Pegembangan Katekese Politik

1.      Pembelajaran politik Umat Katolik
Pembelajaran politik umat Katolik mempunyai beberapa tujuan lebih praktis :
ü  Bagi mereka yang berminat terjun dalam politik praktis dan memiliki kemampuan untuk berpolitik praktis, pembelajaran ini dimaksudkan agar mereka semakin menyadari bahwa menjadi politisi adalah suatu panggilan, yaitu panggilan untuk melayani.
ü  Bagi umat pada umumnya, pembelajaran politik dimaksudkan untuk semakin membangun dan menumbuhkan kesadaran atas tugas dan panggilannya mencintai bangsa dan negaranya. Demikian juga agar umat semakin menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara baik.
2.      Pembelajaran Politik Mulai Usia Dini
Pembelajaran politik sejak usia dini bias dilakukan dengan berbagai cara :
ü  Memperkenalkan kepada anak-anak tokoh-tokoh dan pahlawan-pahlawan bangsa yang memiliki dedikasi dan komitmen kuat dalam membela dan mengembangkan bangsanya.
ü  Memperkenalkan pola-pola berpolitik yang sehat dengan melakukan simulasi-simulasi kesil dan sederhana mengenai hidup berbangsa dan bernegara serta pola-pola pelaksanaan politik praktis.
ü  Membentuk kelompok basis dikalangan orang muda untuk mendiskusikan hal-hal yang menyangkut perkembangan problematic social politik kemasyarakatan
ü  Menerbitkan buku-buku komik pendidikan nilai yang arahnya kepada pendidikan politik bagi anak-anak.
3.      Redefinisi Wawasan Kebangsaan
Melakukan perumusan ulang tentang konsep wawasan kebangsaan dan pendidikan. Hal itu sangat penting karena krisis yang dialami, khususnya di kalangan orang muda, sangat kuat. Rasa ke Indonesia-an perlu digugah atau dibangunkan kembali.
4.      Keterelibatan Gereja Yang Harus Dilakukan Gereja
Yang harus dilakukan Gereja Katolik Indonesia menyingkapi kondisi bangsa adalah :
ü  Menguatkan akar ideology, yaitu pancasila
ü  Ambil bagian untuk membenahi peradaban bangsa dengan mewujudkan habitus baru mulai dari dalam Gereja sendiri.

D.    Penutup
Demikianlah bebrapa catatan seputar perlunya pendidikan politik dalam dan melalui katekese.

2.3.3.   DISKUSI MASING-MASING BIDANG

2.2.3.1.   Diskusi Bidang Kemanusiaan

1.   Prioritas Masalah
a.       Rendahnya penghargaan terhadap martabat manusia
ü  Kekerasan
ü  Aborsi
ü  KDRT
ü  Trafficking
ü  Kekerasan yang berakar dalam agama dan budaya
b.      Lingkungan Hidup
ü  Perusakan alam
ü  Pencemaran
ü  Eksploitasi alam
ü  Sampah
c.       Kemiskinan
ü  Pengangguran pekerja anak-anak
ü  Pendidikan, kesehatan, ketrampilan
ü  Korupsi
2.   Perubahan Hendak diwujudkan dalam Masyarakat
1.      Martabat Manusia
a.       Pengenalan, penyadaran dan penghargaan kemabali terhadap martabat manusia sebagai Citra Allah
ü  Adanya penghargaan terhadap martabat perempuan dan anak-anak
ü  Kesamaan derajat laki dan perempuan
ü  Pembelaan terhadap kehidupan
b.      Menghayati nilai-nilau kemanusiaan dalam hukum adat, misalnya :
ü  Gotong royong
ü  Hidup bersaudara termasuk dengan alam
ü  Hidup bersama
ü  Keramahtamahan
ü  Menegur pribadi yang melanggar hidup bersama
2.      Lingkungan Hidup
ü  Kesadaran dan penghargaan akan pentingnya keserasian dan kelestarian lingkungan hidup
ü  Kesadaran dan penegakann hukum yang memihak pada pelestarian lingkungan (lingkungan hidup dan pertambangan) dengan sanksi keras
3.      Kemiskinan (jasmani dan Rohanni)
1.      Jasmani
ü  manusia hidup berkecukupan
ü  kehidupan ekonomi yang meningkat
ü  C.U berkembang
ü  Adanya lapangan kerja
ü  Meningkatnya solidaritas dan kepedulian  terhadap yang miskin
ü  Tersedianya sarana pendidikan, kesehatan, sumberdaya dan keterampilan
2.      Rohani
ü  Kesadaran akan martabat sebagai anak Allah
ü  Percaya diri yakin akan iman
ü  Terpelihara etika dalam hidup bersama
4.   Target perubahan ysng diharapkan 4 tahun kedepan
1. Martabat Manusia
      Terwujudnya :
ü  Katekese umat tentang menghargai martabat manusia
ü  Kesadaran hukum
ü  Pendidikan nilai akan nilai kehidupan bagi anak-anak remaja dalam pendidikan sexualitas bagi mereka
ü  Gerakan kembali ke nilai-nilai adat
ü  Saling berkunjung dalam hari raya keagamaan
ü  Pertemuan nasional atau regional mengundang tokoh-tokoh setempat.
ü  Martabat manusia semakin dihargai
ü  Kekerasan mnenurun
ü  Kerjasama dengan seluruh pihak yang mendukung
ü  Gerakan pro life
2. Lingkungan Hidup
  Terwujudnya :
ü  Penannaman produktif
ü  Kebun kelapa sawit yang semakin sedikit, dan terciptanya perkebunan karet dan kakao
ü  Sampah menjadi kompos
ü  Reboisasi kesadaran akan pentinganya lingkungan hidup
ü  Kesadaran hukum tentang lingkungan hidup sesuai dengan undang-undang bagi masyarakat
ü  Penyebaran informasi akan pentinganya lingkungan hidup lewat berbagai media dan tokoh masyarakat
                                    3.  Kemiskinan
ü  Solidaritas bagi kaum miskin semakin meningkat
ü  Pola hidup sederhana dan meningkat
ü  Umat semakin berdaya
ü  Pemanfaatan lahan pekarangan secara maksimal untuk menambah penghasilan
ü  Kerjasama dengan dinas pemerintah
ü  Bursa tenaga kerja lewat paroki-keeuskupan melalui penyampaian informasi
ü  Tradisi makanan local
2.2.3.2.  DISKUSI BIDANG HUKUM
                    A. Prioritas Masalah
                              a. Diskriminasi hukum
ü  Proses penyusunan, isi dan penegakan hukum
                              b. Hak-hak rakyat sering diabaikan
ü  Tanah
ü  Perempuan dan anak
ü  Kebebasan beragama dan beribadah
ü  Hidup
ü  Pekerjaan dan upah
ü  Pendidikan
ü  Berpendapat
                              c. Rendahnya kesadaran hukum dalam masyarakat
ü  Pendidikan hukum
ü  Hak dan kewajiban
                              B. Perubahan yang hendak diwujudkan dalam Masyarakat
ü  Terciptanya keadilan hukum
ü  Terjaminnya perlindungan hukum atas hak rakyat
ü  Terciptanya masyarakat yang sadar hukum
                             
                              C. Target Perubahan yang diharapkan 4 tahun kedepan
                                    Masyarakat sadar hukum dan berani menyuarakan serta membela haknya.
   2.2.3.3. DISKUSI BIDANG POLITIK
                              A. Prioritas Masalah
ü  Minimnya kesadaran dan pengetahuan umat katolik dalam berpolitik
ü  Penerapan system politik yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat
ü  Kurangnya figure politik yang diteladani dalam masyarakat
                              B. Perubahan yang Hendak Diwujudkan dalam Masyarakat
1.      Terhadapnya minimnya kesadaran dalam berpolitik
ü  Umat memiliki cara pandang baru tentang politik
ü  Umat katolik semakin sadar untuk mengungkapkan pendapat serta bertindak secara rasioanal
2.      Terhadap penerapan system Politik
Terwujudnya system politik yang adil, transparan dan berpihak pada                                                                          kepentingan rakyat
3.      Terhadap kurangnya figure yang diteladan.
 Munculnya figure-figur politik yang bias dipercaya dan diteladani masyarakat
                             C. Target perubahan yang diharapkan 4 tahun kedepan
1.      Terhadap minimnya kesadaran dalam berpolitik
ü  Umat katolik semakin berfikir kritis berani berbicara, bertindak secara bertanggung jawab
ü  Meningkatkan rasa tanggung jawab dan kecintaan terhadap bangsa dan negara

2.      Terhadap penerapan system politik
ü  Umat katolik memiliki akses dalam memegang penerapan system politik dan pengambilan kebijakan public
ü  Akses politik dilaksanakan dengan baik dilaksanakan melalui wadah masyarakat
3.      Terhadapnya Kurangnya kader-kader politik yang dapat di dijadikan teladan
ü  Muncul kader-kader politik yang berkualitas dan kompeten di setiap komunitas basis, paroki dan keuskupan
ü  Perlunya pendataan dan pemetaan tokoh awam paroki/keuskupan dan tingkat KWI
ü  Perlunya pembinaan, kaderisasi, pendidikan politik sejak usia dini

2.3.4. PENGELEMPOKAN TEMA-TEMA KATEKIS
KELOMPOK ANAK
A.    ANAK DAN KEMANUSIAAN
1.      Tema Umum dan Tujuan Umum
   a. Tema Umum
Anak dan Kemanusiaan
   b. Tujuan Umum
         Anak menyadari bahwa dirinya diciptakan Tuhan secara unik dan diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk merawat alam yang diciptakanNya demi kelangsungan hidup semua makhluk.
2.      Tema
Martabat Manusia sebagai Citra Allah
Subtema
Aku ini Kesenangan Tuhan
                                        I.   Tujuan Khusus
ü  Anak menyadari bahwa dirinya dicintai Tuhan, serta diciptakan Tuhan secara unik dan sempurna bila dibandingkan dengan makhluk lainnya didunia.
ü  Anak menyadari dirinya dicintai Tuhan dan menjadi kesenanganNya
ü  Anak dapat menyebutkan contoh-contoh manusia dicintai Tuhan.
                                     II.         Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Gambaran manusia diciptakan Tuhan
ü  Manusia mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain
ü  Contoh-contoh manusia dicintai oleh Tuhan: ciptaan Tuhan yang sempurna, mempunyai akal budi
                                  III.            Sumber
ü  Kejadian 2:8-15
ü  Mazmur 8:1-10 (Manusia hina sebagai mahkluk mulia)
ü   Amsal 8:30-31 (Aku menjadi kesenanganNya)
B.   ANAK DAN HUKUM
1.      Tema Umum dan Tujuan Umum
a. Tema Umum
            Anak Dan Hukum
b. Tujuan Umum
            Anak menyadari pentingnya adanya hukum yang baik dan pemenuhannya demi kesehjateraan hidup bersama, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
2.      Tema
Mengenal hak dan Kewajiban Anak
Subtema
Hak dan kewajiban dalam Keluarga
                                        I.            Tujuan Khusus
ü  Anak mengenal hak dan kewajibannya dalam keluarga
ü  Anak dapat menyebutkan contoh-contoh hak dan kewajiban mereka dalam keluarga
ü  Anak bisa menghargai hak setiap anggotan keluarga
ü  Anak bersedia dan bisa menjalankan kewajibannya dalam keluarga
                                     II.            Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Setiap anggota keluarga mempunyai hak dan kewajiban
ü  Hubungan antara hak dan kewajiban: jangan menuntut hak saja, kewajiban mesti juga dipenuhi
ü  Pentingnya menghargai hak dan menjalankan kewajiban bagi setiap anggota keluarga
ü  Bermacam-macam hak dan kewajiban anak dalam keluarga (hak:sandang, pangan, papan, milik, perlindungan,kasih saying, kesehatan, pendidikan dan seterusnya. Kewajiban: menghargai orang tua, ambil bagian dalam kegiatan tugas-tugas dalam keluarga, taat kepada orang tua, ikut memelihara dan merawat saran miliknya sendiri dan milik keluarga, menghargai dan mencintai serta melindungi kakak dan adik)
                                  III.            Sumber
ü  Kolose 3:12-20 (kasih pengikat yang sempurna)
ü  Amsal 1:8-16 (nasehat untuk anak)
C.   ANAK DAN POLITIK
1.      Tema umum dan Tujuan Umum
a. Tema Umum
Anak dan Politik
b. Tujuan Umum
Anak mulai memahami dan menyadari tanggung jawabnya dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai warga negara dan Gereja.
2.      Tema
Bhineka Tunggal Ika
Subtema
Kita Berbeda, Tetapi tetap sama
                                        I.            Tujuan Khusus
Anak mampu menerima keunikan diri dan orang lain apa adanya
                                     II.            Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Anak menerima dirinya sendiri dengan gembira
ü  Anak memiliki keunikan dan perbedaan
(suku, ras, Agama,Talenta)
ü  Anak menghargai dan menerima orang lain sebagaimana adanya
                                  III.            Sumber
1 korintus 12:12-31 (satu tubuh, banyak anggota)

KELOMPOK DEWASA
A. REMAJA DAN KEMANUSIAAN
1.      Tema dan Tujuan Umum
a. Tema Umum
Remaja dan Kemanusiaan
b.Tujuan Umum
Peserta dapat menghargai martabat manusia, membangun relasi yang harmonis dengan alam lingkungannya dan peduli akan kemiskinan.
2.      Tema
Remaja dan Martabat Manusia
                                        I.            Tujuan Khusus
Remaja dapat menghargai martabat manusia, mampu bekerjasama dan berpikir kritis.
                                     II.            Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Menghargai martabat manusia: tahu menghargai diri sendiri dan sesama (dalam uraian: mengenal diri, pendidikan seksualitas dengan sumber yang tepat, belajar bertanya dan mendengarkan orang lain, mencintai kehidupan, terlebih kehidupannya sendiri)
ü  Mencintai keluarga
ü  Menghargai kearifan local
ü  Mampu bekerja sama
ü  Berpikir kritis
                                  III.            Sumber
Kejadian 1:26 (Manusia Citra Allah)
B.   REMAJA DAN HUKUM
1.      Tema Umum dan Tujuan Umum
a. Tema Umum
            Remaja dan Hukum
b. Tujuan Umum
            Peserta mengetahui dan memahami hak dan kewajiban dalam keluarga, dalam Gereja, di sekolah, dalam masyarakat, serta menghayatinya sebagai orang beriman.
2.      Tema
Hak dan Kewajiban Remaja Dalam Keluarga
Subtema
Aku dan Keluarga: Bebas atau Terikat ?
                                        I.            Tujuan Khusus
Remaja mengetahui dan memahami haknya dalam keluarga, serta menghayatinya sebagai orang beriman.
                                     II.            Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Mendapatkan kasih saying dari orang tua
ü  Mendpatkan pendidikan yang layak
ü  Mengungkapkan pendapat
ü  Mengembangkan bakat/minat
ü  UU no.23 tentang KDRT; UU PA (UU Perkawinan no. 1/1974)
                                  III.            Sumber
ü  UU no. 23 tentang KDRT
ü  UU PA (UU perkawinan no.1/1974)
ü  Kolose 3:18-25 (Hubungan antara anggota-anggota rumah tangga)
C.   REMAJA DAN POLITIK
1.   Tema Umum dan Tema Khusus
a. Tema Umum
Remaja dan Politik
b. Tujuan Umum
           Peserta mencintai bangsa, negara dan Gereja, mampu berorganisasi dalam semangat kerjasama dan mampu memimpin berpolakan Yesus Kristus dalam semangat antikekerasan.
2.      Tema
Aku Cinta Indonesia
                                        I.            Tujuan Khusus
Peserta mencintai bangsa dan Negara Indonesia
                                     II.            Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Indonesia tanah airku
ü  Warga Negara yang baik
ü  Sumbanganku bagi Indonesia
                                  III.            Sumber
ü  AA., art. 14 (tanggung jawab dan cinta terhadap bangsa dan negara)
ü  Keluaran 3:4-12 (perutusan Musa)

 KELOMPOK ORANG MUDA
A.    ORANG MUDA DAN KEMANUSIAAN

1.      Tema Umum dan Tujuan Umum
a.       Tema Umum
Orang Muda dan Kemanusiaan
b.      Tujuan Umum
Orang muda mampu memahami serta menyadari makna kemanusiaan dan menghayatinya dalam hidup mereka.
2.       Tema
Manusia Ciptaan Tuhan Yang Istimewah
Subtema
                        Manusia Diciptakan Secitra Dengan Allah
                                        I.            Tujuan Khusus
Orang muda mensyukuri dan berjuang untuk menemukan diri sebagai citra Allah: hati nurani, kehendak bebas, akal budi.
                                     II.            Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Orang muda, baik perempuan maupu laki-laki adalah manusia
ü  Orang muda baik perempuan maupun laki-laki sama martabatnya sebagai Citra Allah (kejadiaan 1:26-27) dan anak Allah (Yesaya 43:1-7; GS 12-19)
ü  Orang muda adalah milik kepunyaan Allah yang kudus, mulia, berharga, dikasihi dan disertai oleh Allahv(yesaya 43:7)
ü  Orang Muda diberi bekal oelah Allah sebagai sumber daya dala dirinya: tubuh, jiwa, roh dan sumber daya alam di luar dirinya untuk berziarah di dunia dalam mencapai tujuan hidupnya yaitu kemulian Allah dan keselamatan dirinya dan sesame.
ü  Orang muda diharapkan senantiasa bersyukur  dan bertanggung jawab atas semua rahmat yang diperolehnya.
                                  III.            Sumber
ü  GS, art. 12-19
ü  Kejadian 1:26-27
ü  Yesaya 43:1-7

B.   ORANG MUDA DAN HUKUM
1.      Tema Umum dan Tujuan Khusus
a.       Tema Umum
Orang Muda dan Hukum
b.      Tujuan Umum
Orang muda sebagai murid-murid Yesus menyadari Yesus pentingya peran hukum dalam kehidupan bermasyarakat , memahami dan menyadari hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat, serta berani membela dan menyuarakan hak-hak dirinya dan sesama.
2.      Tema
Hukum dan Masyarakat
1.      Keberadaan Hukum dalam Masyarakat
ü  Tujuan Khusus
Orang muda menjadi murid-murid Yesus yang mengerti dan menyadari pentingya keberadaan hukum dalam kehidupan bermasyarakat
2.      Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Pengertian dan latar belakang hukum (Teks pertemuan PKKI IX)
ü  Macam-macam hukum dan masyarakat
ü  Hukum ada karena ada masyarakat (GS.29)
ü  Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum melainkan untuk menggenapinya (Matius 5:17)
ü  Sabat untuk manusia bukan manusia untuk sabat (Markus 2:27)
3.      Sumber
ü  Teks PKKI IX tentang Hukum
ü  GS., art.29
ü  Matius 5:17
ü  Markus 2:27
C.  ORANG MUDA DAN POLITIK
1.      Tema Umum dan Tujuan Umum
a.       Tema Umum
Orang Muda dan Politik
b.      Tujuan Umum
Orang muda mampu mampu bersikap kritis dalam menanggapi situasi kehidupan bermasyarkat dan semaikin terlibat aktif dalam kegiatan hidup politik melalui kegiatan kemasyarakat.
2.      Tema
Keterlibatan orang muda dalam politik sebagai wujud hidup beriman
Subtema
1.      Pentingnya keterlibatan Politik oang Muda sebagai orang Beriman
a.       Tujuan Khusus
Orang muda bersikap kritis dalam menanggapi situasi actual dalam kehidupan kemasyarakat dengan kerangka nilai yang utuh.
b.      Poin-poin
ü  Kepentingan menyadari diri sebagai orang beriman yang diutus untuk terlibat hidup di tengah dunia
ü  Orang beriman tinggal ditengah dunia tapi tidak hidup menurut dunia
ü  Dalam diri orang beriman, terjadi perjumpaan antara relasinya dengan Allah, dan relasinya dengan sesame dan dunia sebagai lingkungan hidupnya
ü  Karena itu orang muda sebagai orang beriman mau tidak mau bertantang untukterlibat dalam kehidupan berpolitik agar iman mendapatkan wujudnya dalam bermasyarkat
c.       Sumber
ü  Matius 28:16-20 (perutusan pewartaan Injil)
ü  Lukas 4:8-21 (Pembebasan Orang Miskin)
ü  Markus 12:13-17 (kewajuban orang beriman terhadap Allah dan terhadap negara)
ü  Gs. Art. 24-26

KELOMPOK ORANG DEWASA
A.  ORANG DEWASA DAN KEMANUSIAAN
1.      Tema Umum dan Tujuan Umum
a.       Tema Umum
Orang Dewasa dan Kemanusiaan
b.      Tujuan Umum
Peserta
ü  Menghargai martabat manusia sebagai anugerah Tuhan, memiliki kepedulian terhadap sesama, dan semakin memahamihukum tentang hak-hak hidup manusia.
ü  Semakin mencintai lingkungan hidup dan semakin memahami hukum tentang lingkungan hidup; menghayati kembali nilai-nilai kearifan local.
ü  Semakin terbuka dan mampu bekerja sama dengan berbagai pihak
2.      Tema
Manusia Ciptaan Tuhan Yang Bermartabat
Subtema
a.       Hidup adalah Anugerah

1.      Tujuan Khusus
Peserta menghargai martabat manusia sebagai anugerah Allah.
2.      Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Hidup adalah anugerah Allah
ü  Manusia sebagai Citra Allah
ü  Kesetaraan laki-laki dan perempuan
ü  Hidup dan mati kuasa Allah
ü  Pro life
ü  Kekerasan (lahir batin)
ü  Menghargai kehidupan
3.      Sumber
ü  Kejadian 1:26-27
ü  Kan. 1398
ü  Nota pastoral 2004 (kesetaraan perempuan dan laki-laki), 2005 (kekerasan dalam rumah tangga), 2006 (Ekonomi berwawasan Gender)
ü  Ensiklik Humanae Vitae
B.   ORANG DEWASA DAN HUKUM
1.      Tema Umum dan Tujuan Umum
a.  Tema Umum
Orang Dewasa dan Hukum
b. Tujuan Umum
Peserta mengetahui dan menyadari hak serta kewajibanya sebagai warga masyarkat, mampu dan berani menyuarakan serta membelanya dan mampu bekerja sama dengan masyarakat untuk menegakkan hukum.
2.      Tema
Sadar Hukum
a.       Tujuan khusus
Peserta mengetahui dan menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat.
b.      Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Hak dan kewajiban warga negara
ü  Kasus-kasus diskriminasi (penyusunan, isi, penegakan)
ü  Berani bertanya tentang hak dan kewajibannya
ü  Melakukan kewajibanya
c.       Sumber
ü  UUD 45
ü  Matius 22:15-22 (membayar pajak kepada kaisar)

C.  ORANG DEWASA DAN POLITIK
1. Tema Umum dan Tujuan Umum
a.       Tema Umum
Orang Dewasa dan Politik
b.      Tujuan Umum
Peserta memahami kehidupan politik dan hal-hal yang terkait, serta menyadari tanggung jawabnya atas kehidupan politik sebagai panggilan serta perutusannya.
2.      Tema
Politik: Arti: Makna dan Tujuannya
a.       Tujuan Khusus
Peserta memahami arti, makna dan tujuan politik
b.      Poin-poin Gagasan Dasar
ü  Arti, Makna, dan Tujuan Politik
ü  Undang-undang politik
c.       Sumber
ü  Paket UU politik 2008
ü  Surat Paus YP II kepada para politisi




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Pada dasarnya seluruh PKKI membahas dan mencari jalan keluar dari setiap permasalahan umat yang muncul dari beberapa analisa (bukan isu belaka). Pada PKKI VII yang dibahas, yang dipermasalahkan, dan yang dicarikan jalan keluar adalah pandangan mengenai KBG, pandangan yang menimbulkan bahwa KBG hanya sebatas wilayah administrative paroki. Dan PKKI VIII membahas dan melanjutkan dari permasalahan yang diangkat dalam PKKI VII yaitu KBG dengan melihat secara kontekstual, sehingga dalam PKKI VIII mengkritisi dan menghasilkan tujuan, bahwa KBG tidak selamanya berada dalam lingkup altar melainkan melibatkan juga  segi social ekonomi dan budaya. Sedangkan dalam PKKI IX membahas masalah yang ada dalam masyarakat yaitu, kemanusiaan hukum dan politik sehingga PKKI IX mengutamakan perhatian Gereja dalam karya Katekese menjadi “tanda dan sarana keselamatan” dalam bangsa negara dan masyarakat Indonesia.
3.2.  SARAN
1.      Dalam PKKI VII KBG belum sangat berkembang diSeluruh Keuskupan Indonesia, karena masalah social setempat yang belum cocok untuk mendirikan KBG. Seharusnya, setiap Keuskupan lebih memperhatikan umat yang tertindas, dan mendirikan KBG dari kalangan Umat yang paling bawah.
2.      PKKI VII akan lebih baik jika mendalami satu permasalahan yang dianggap lebih penting.
3.      Dalam PKKI VIII terlalu focus kepada gagasan yang dikemukakan oleh para ahli karena, hanya melihat dari satu sudut pandang.
4.      Pada beberapa tema pembahasan dalam PKKI VIII terdapat dua model pembahasan, akan lebih baik jika hanya ada satu pembahasan dari setiap tema pembahasan, karena agar lebih spesifik.
5.      PKKI IX sangat baik, karena sudah membagi kedalam kelompok-kelompok masyarakat.
6.      Dalam PKKI IX fasilitator atau pembaca sangat terbantu, karena dalam PKKI IX sudah dicantumkan persiapan-persiapan sesuai dengan kelompok masing-masing, serta acuan rangka kerja sebagai tindak lanjut dari PKKI IX.






DAFTAR PUSTAKA

Komisi Kateketik  KWI, 2002 Katekese Umat Komunitas Basis Gerejani, Jakarta, KWI
Komisi Kateketik KWI, 2005 Membangun Komunitas Basis Berdaya Transpormatif Lewat
        KATEKESE UMAT, Jakarta, KWI.
Komisi Kateketik KWI, 2010 Katekese Dalam Masyarkat Yang Tertekan,
        Yogyakarta, Kanisius.
Lalu, Yosef, Pr, 2007 KATEKESE UMAT,
        Yogyakarta, Kanisius.
Margana, A, 2008 Komunitas Basis Gerak Menggereja Konstektual,
       Yogyakarta, Kanisius.
Seran, Y, Pr, 2007 Pengembangan Komunitas Basis
      Semarang, Yayas an Pustaka Nusatama